Senin, 07 April 2014

Back to My Heart/JinKey/BL/2shoot/chap2/end



Title: Back to My Heart
Author: KimLeeFam
Pairing: JinKey/JinKibum
Main cast: Kim kibum, Lee Jinki
Side cast: Kim jonghyun,  Lee Taemin, Choi minho, Jang soo bin(OC)
Lenght: 2 shoot/ chap 2
Genre: romance, hurt/comfort
Rate : PG-17, NC-17(kisseu)
Warning: flat story bikin ngantuk, cerita kepanjangan bikin bosen, BL,BoyxBoy, OOC, typo itu selalu ada dimanapun dia berada/?
Desclaimer : member SHINee milik SMent,Eomma dan Appa mereka, dan SHINee world tentunya ^~^. Story line milik Olivia Afirda Wirasasti, saya menuangkanya dalam tulisan dan menambahkan ini dan itu.
               a/n: kenaikan rate yang disengaja oleh pembuat story line. Author hanya bisa pasrah saja -_- . Bed scene? Ada deeeh...  baca aja *evil smirk*

               No bash, no flame.....
               Happy reading~~^^
^^^
               Aku masih saja berkutat dengan tumpukan dokumen. Beberapa gambar furniture, serta beberapa contoh-contoh bahan furniture. Tentu saja dengan laptop dan ipad yang menyala seharian. Juga tumpukan kertas bertabur angka yang sedikit membuatku pening. Seperti inilah pekerjaanku, menyenangkan, sekaligus melelahkan. Apa lagi saat proyek datang secara bersamaan dan aku harus rela  terkungkung di rumah seharian. Hingga melewatkan makan siang bahkan makan malam.
               Aku akan kembali ke Italy besok. Itu rencanaku. Bahkan aku sudah mengemasi koper tadi pagi. Memilih untuk segera pergi dari rumah ini secepat mungkin. Bukan hanya masalah pekerjaan, tapi juga karena Jinki yang selalu berkeliaran di dekatku. Semua ini sangat membelenggu dan aku ingin cepat-cepat lari. Jujur, berat rasanya meninggalkan keluargaku lagi. Tapi, dengan keadaan seperti ini, serta kehadiran Jinki membuatku seakan seperti tercekik, sampai-sampai menarik nafas di depannya saja terasa tidak mudah.
“hei, Kim kibum”, seru Jonghyun hyung dari balik pintu kamarku, “ayo turun dan cepat makan. Apa dengan kertas-kertas itu kau akan kenyang?”, serunya makin keras.
“ne, jamong hyung”, sahutku. Aku mendengar langkah kakinya yang berjalan menjauh dan sepersekian detik berikutnya teriakan dino head itu terdengar lagi. “yaa... pabo-ya.. siapa yang kau sebut dengan jamong, huh?”, aku hanya tersenyum geli karena kemampuan hyungku untuk berfikir tidak lebih cepat dari kemampuanya memakan seporsi bibimbab.
Aku berjalan menuju ranjang, memakai sweeter babypink untuk melapisi t-shirt tipis yang aku kenakan. Merapikan sedikit rambutku. Membenahi letak kacamataku tanpa niatan untuk melepasnya. Lalu  beranjak ke ruang makan.
               Taemin baru saja duduk ketika aku muncul di ruang makan. Dan apa lagi ini? Namja bermata sipit itu sudah duduk manis di sebelah kanan si dino head. Lihat kan? Betapa mudahnya dia muncul dalam kehidupanku.
 Aku menarik kursi di kiri Taemin dan memposisikan diri di sana. Setidaknya disini aku tidak harus langsung berhadapan dengan orang itu. Aku duduk dengan tenang dan bertingkah sewajar mungkin
“aigoo”, kata Taemin. Ia menatapku dengan matanya yang hampir membulat sempurna.
“mwo?” seruku menyadari tatapannya. “tatapan macam apa itu? Apa aku melakukan suatu kesalahan?”, ocehku karena dia tidak juga mengalihkan tatapannya dariku.
“ckckckck.. apa selama itu di Italy membuatmu seperti ini?”, decak Jonghyun hyung yang tentu saja dimaksudkan ke arahku.
“dia ada didekatmu, tunanganmu hyung. Setidaknya sapalah dia. Bahkan kau tidak mengerling kearahnya. Aigoo.. ”, keluh Taemin frustasi.
“ oh holla, ¿que'ta?”,(halo, apa kabar?) kataku kaku dengan bahasa spanyol.
“muy bien,¿y tu, como estas?”, (baik, dan kamu? Apa kabar?) jawabnya tak kalah datar.
“muy bien!”, jawabku santai padahal keadaanku tidak baik, sama sekali tidak baik.
“sepertinya putraku sudah berubah menjadi orang asing sekarang”, kata Appanim dari kursinya, “ apa yang kalian tunggu? ayo makan”, titahnya.
Semua orang langsung sibuk dengan makanan masing-masing. Sedangkan aku hanya meminum air putih dari gelas kristal di hadapanku, semua makanan yang Eomma masak hari ini tidak ada yang bisa ku makan.
“gwenchana key?” tanya eommanim melihatku tidak kunjung makan. Aku hanya melihatnya sekilas dan dia langsung paham “ahhh, mianhe key. Eomma kehabisan buah, serealmu juga habis. Untuk malam ini makanlah yang ada dulu ne?” bujuk eomma. Aku hanya mengangguk dan mencoba memakan hidangan yang sudah susah payah eomma masakkan untukku dan yang lain.
               Aku menyingkir ke teras setelah acara makan malam selesai. Jonghyun hyung, appanim dan eommanim serta Jinki hyung sedang berbincang di ruang tengah. Taemin sudah kembali ke kamarnya dan belajar. Sudah 10 menit dan perutku masih saja mual, semua serba salah. Tidak nyaman dan sesuatu seperti sedang mengaduk perutku. Beberapa kali aku mengetuk-ngetuk dadaku untuk menghentikan rasa mual ini. Tapi percuma karena daging yang kupaksakan masuk ke dalam mulutku tadi sepertinya sedang bersenang-senang di dalam pencernaanku.
“Key-ah”, panggil suara yang jelas aku tau itu suara Jinki hyung. “appanim ingin bicara dengan kita, masuklah”, tambahnya lagi.
“ne..”, jawabku singkat, berlalu mencoba untuk secapatnya pergi dari teras. Belum sampai dua langkah lengan kananku tersangkut sesuatu. Lagi-lagi tangan kokoh itu menarikku lebih dekat kearahnya. “lepaskan aku”, kataku ketus, tapi sejak kapan Jinki mendengarkan penolakanku?
Dia mulai meraba pergelangan tanganku dan begitu menemukan sesuatu yang berdenyut disana, dia mulai menekanya perlahan, sembari memperhatikan arloji di tangan kirinya. Sesaat setelah itu dia kembali tersenyum tapi tak kunjung melepaskan tanganku dari genggamannya.
“kau berdebar,” kata Jinki tiba-tiba sambil tersenyum tipis. Kedua pipiku terasa panas. Yakin keduanya pasti memerah seperti tomat cherry favorit Jjong hyung.
“apa yang kau maksud dengan berdebar?”, kataku salah tingkah sambil menarik lenganku tapi untuk kesekian kalinya usahaku gagal.
“sejak kapan kau bisa melepaskan diri dariku? Kau harus mulai perhatikan jantungmu, jika seperti itu terus kau bisa membuatnya sakit, ara?” ocehnya.
“Aku... baik-baik saja, jangan khawatirkan aku..”
“ahh,  jjinja?”, tanya jinki hyung memandangku lekat dengan mata sabitnya.
“ne.  Aku hidup dengan sehat, aku makan sayur, aku minum air putih, aku tidak minum kopi lagi, aku olahraga teratur, aku makan obat yang kau kirimkan dan...”, aku langsung menghentikan kalimatku, karena semua yang aku katakan tadi adalah ocehan Jinki saat kami masih bersama. Saat kami berpisahpun dia tetap rajin mengirim e-mail mengingatkan hal-hal itu, meskipun aku tidak pernah membalasnya. Dan meskipun aku mengacuhkannya, dia masih rajin mengirimkan vitamin dan obatku lewat Eommanim.
“anak baik, baguslah jika itu semua kau lakukan”, kata Jinki hyung sambil tersenyum dan mengusap pucuk rambutku. Dia masih sama, dia memperlakukanku dengan baik. Tangannya juga masih sehangat dulu, dan senyuman itu... Ahh, Tuhan kenapa di saat seperti ini aku merasa ingin menyerah saja dengan sikap dingin dan acuhku?
 Sentuhan hangat di bibirku menyadarkanku dari lamunan singkat itu. Jinki mulai mengulum bibir bawahku dengan penuh cinta. Aroma apel musim gugur menguar memenuhi rongga hidungku. Rasa manis bak madu terasa jelas di ujung bibirku. Aroma yang sangat aku kenali dan sangat aku rindukan, setip hari. Perlahan tangan kiri Jinki melingkar di pinggang rampingku, merengkuhku dalam dekapannya yang hangat. Menciumiku dengan penuh cinta.
Terasa ada desiran aneh dalam dadaku, hal yang sudah sangat lama dan tak lagi aku rasakan. Rasa yang membuatku untuk terus bertahan dan menerima segala perlakuan Jinki. Membiarkanya memagutku dan menumpahkan semua kerinduan yang selama ini terpendam dalam hatiku. Tapi sedetik kemudian aku mulai menemukan akal sehatku, aku mendorongnya untuk menjauhiku.
“jangan kau sentuh aku dengan bibir kotormu itu”, kataku dengan suara sedingin mungkin.
“berhenti bersikap kekanakan macam itu kim kibum”, kata jinki sambil menatap mataku tajam. “apakah sesulit itu untuk kau memaafkan aku, eoh?”, dia mulai mencengkram bahuku.
“aku memperingatkanmu, dr. Lee”, kataku dengan suara bergetar.
“kenapa kau jadi begini? Katakan padaku.. apa yang membuatmu seperti ini?”
“don’t you know doctor? you broke my heart so bad, you broke my heart and hurt it again, in just one second!”, kataku dengan suara bergetar, tubuhku bergetar menahan amarah yang sedari tadi berusaha untuk aku tahan, aku masih mencoba untuk serasional mungkin menghadapi Jinki dan situasi seperti ini.
^^^
               Aku berjalan cepat melewati ruang keluarga. Appanim dan eommanim serta Jonghyun memandang heran dengan apa yang aku lakukan. Belum lagi saat aku membanting pintu kamarku dan suara debamman yang keluar jauh lebih keras dari dugaanku. Dengan cepat aku meraih ponselku di ranjang lalu memencet beberapa nomor, setelah beberapa kali terdengar nada sambung seseorang mengucapkan salam dengan bahasa Italia.
“holla..”, kataku balas menyapanya.
“digame?”, (ada yang bisa saya bantu) kata suara yang terkesan ramah itu.
“¿hay un vuelo a Sevilla?”, (adakah penarbangan ke Sevilla?) tanyaku dengan suara serak khas orang yang baru saja menangis, aku sengaja mengambil tujuan Sevilla agar bisa menenangkan diri sebelum pergi ke Millan.
“¿hay uno a las once de sevilla la maɲ᷈ana”,(ada satu penerbangan ke Sevilla pukul 11 pagi) jawab suara itu lagi.
“quisiera reservar un asiento, me llamo senor kibum kim”, (saya ingin memesan satu tempat duduk, nama saya kim kibum) tambahku lagi meraih tissue di atas meja nakas di kanan ranjangku.
“gras..”, belum selesai kalimatku seseorang menarik ponselku dan melemparnya hingga membentur tembok, dan dengan sekali hentakkan orang itu yang ternyata Jinki hyung menarikku dan membawaku turun ke lantai satu.
“aku memperingatkanmu michitokki..”, teriakku berusaha melepaskan diri dari genggaman serta tarikkanya.
^^^
               Aku dan Jinki hyung langsung disidang malam itu juga. Di dalam ruang kerja appanim aku dan Jinki hyung hanya bisa diam. Eomma dan Jonghyun hyung menguping dari balik pintu seperti biasa, dan sekarang aku dengar sayup-sayup suara Taemin. Ahh.. ini tidak akan berakhir dengan mudah. Appanim marah besar, dia terus saja membentak dan berteriak, aku mulai khawatir dengan jantungnya.
Masalahnya bukan hanya pertengkaran kami beberapa menit yang lalu tetapi juga menyangkut pertunangan yang menurut mereka sudah berjalan selama ini. Aku dan Jinki hyung memang merahasiakan perpisahan kami dari semua orang. Kebodohan kami ini yang sekarang berakibat fatal bukan hanya pertunangan, ini sudah menyangkut pernikahan dan kedua perusahaan besar  dari kedua belah pihak. Jinki memang seorang dokter tapi dia juga pewaris dan calon CEO perusahaan konstruksi milik ayahnya. Appanim dan appa dari Jinki hyung sudah sepakat untuk menjodohkan kami 5 tahun silam saat  aku masih duduk di bangku kuliah. Saat itu aku dan Jinki adalah dua mahluk yang sedang dimabuk asmara, tentu saja sebelum kejadian ‘itu’ terjadi.
“ceroboh..”, teriaknya untuk kesekian kalinya. “apa kalian memikirkan akibat apa yang akan timbul saat berita perpisahan kalian muncul di media?”, Aigoo.. tidak adakah hal yang lain yang bisa appa katakan? Batinku. “kalian sadar tidak, ini tidak hanya berpengaruh terhadap kalian, tapi semua orang akan terkena imbasnya. Keluarga, kehormatan, setrata sosial kita di masyarakat. Pertunangan kalian tidak hanya mengikat kalian berdua, tapi juga menyatukan keluarga. Ini tentang dua perusahaan, tentang saling bertukar teknologi, bertukar saham, tambahan koneksi, peningkatan harga saham, juga hasil yang berjumlah milyaran dolar itu. Semua itu menyangkut kelangsungan hidup para pekerja, karyawan, juga staff perusahaan kita. Kalian tau seberapa pentingnya hubungan ini?”, terang Appanim panjang lebar.
“mianhamnida Abojji, tapi keputusan...”.
“tidak ada keputusan apapun sebelum aku selesai berbicara dengan ayahmu”, potong Appa bahkan sebelum Jinki menyelesaikan kalimatnya.
“dan kau Kim kibum. Berhenti dari pekerjaanmu di Italy, masuk keperusahaan hyungmu mulai senin depan”.
“aku tidak akan lakukan itu”, bantahku “aku sudah memesan penerbangan ke Sevilla untuk besok pagi”.
“dasar anak nakal..”
“aku permisi Appanim”, membungkuk memberi hormat lalu pergi meninggalkan Jinki dan appanim yang masih duduk di ruang kerja milik appa. Melewati Jonghyun hyung dan eommanim serta Taemin yang sedang sibuk berakting di depan ruangan appa, lalu kembali kekamarku.
^^^
               Jam di dinding dapur menunjukan pukul 06.00. Jonghyun hyung dan Taemin sibuk untuk pergi ke kantor dan ke sekolah. Mereka mondar-mandir mencari dasi,sepatu dll. Aku hanya duduk di atas meja dapur sambil menunggui eomma memasak dibantu oleh ahjuma.
“bukankah biasanya kau pergi lari-lari?”, tanya eomma melihatku murung, dan hanya duduk diatas meja tanpa melakukan apapun. Appanim membatalkan penerbanganku pagi ini dia juga memblokir penerbangan apapun atas namaku.
“aku malas”.
“kibummie.. dengar eomma baik-baik, eomma tidak tau ada apa diantara kau dan Jinki, pertunangan ini sudah berjalan hampir 5 tahun dan pernikahan juga sudah di depan mata. Eomma mohon. Kau mengertikan namja cantik eomma?”, kata eomma lembut sambil membelai rambutku.
“araseo eomma”, kataku pelan, menutupi perasaanku.
^^^
               Baiklah aku benar-benar menjadi  budak si kepala Dino kali ini. Setelah aku diperkenalkan oleh Jonghyun hyung pada beberapa staff dan karyawan, aku mendapat ruanganku. Direktur kim ki bum, setidaknya itu yang tertulis dimeja kerjaku. Walaupun pada kenyataanya aku menjadi budak manusia berkaki pendek itu.
Sampai jam makan siang belum juga ada yang bisa aku kerjakan, aku menghabiskan hari dengan bermain game on-line. Ahh semembosankan ini kah? Aku belum pernah sebosan ini dalam bekerja.
“ya.. chagiyaa...”, kata Jonghyun hyung muncul dari balik pintu “Eomma ingin kau menemuinya”, katanya sembari menyodorkan secarik kertas bertuliskan alamat.
“kau tidak lihat aku sibuk?”, kataku ketus, tanpa mengalihkan pandanganku ke arahnya.
“kau bahkan hanya main game sepanjang hari eoh..”,
“itu karena tidak ada satuhalpun yang bisa aku kerjakan disini pabo..”
“yakk..., rubah, aku ini hyungmu..”, plak...
“Appo..”, rengekku karena dia itu memukul belakang kepalaku dengan dokumen yang tergeletak dimeja.
“berhenti merengek, dan temui eomma”, kata Jonghyun lagi, dia meraih tanganku serta tas kerja yang tergeletak di meja, menyeretku seperti menyeret sapi betina. “aisshh... palli palli palli”, dia mencegat sebuah taxi, mendorongku untuk masuk ke jok belakang lalu berbicara dengan sopir taxi itu, memberinya sejumlah uang dan taxi yang aku tumpangi melaju meninggalkan gedung itu.
^^^
 Tempat itu hanya bangunan sederhana di tengah kota seoul. Begitu aku masuk, tirai-tirai putih menyambutku. Beberapa manekin berjajar rapi dengan gaun putih yang dari kesemuanya terlihat cantik. Berbagai hiasan kepala, aksesoris, bunga tangan serta beberapa jas pria. Ruangan itu terlihat nyaman, dengan sofa beludru warna babypink dan sebuah ruangan lain. Di pintu ruangan itu tertera nama ‘Jang soo bin’. Aku mulai tidak paham dengan apa yang eomma inginkan, tak taukah beliau, yeoja yang mungkin saja berada di balik pintu itu adalah yeoja yang sama yang telah menghancurkan hatiku.
“oh.. oppa..” kata soo bin terkejut dengan kehadiranku saat dia muncul dari balik pintu ruang kerjanya. Yeoja itu masih cantik dan masih semanis dulu meski dia sedang memakai topi rajutan yang menutupi rambutnya, tidak heran jinki selalu ada didekatnya. “Ny kim baru saja pergi, dia sudah memilihkan beberapa pakaian, kita tinggal menunggu Jinki oppa”, ocehnya mondar-mandir mengambil pakaian-pakaian itu. “oppa cobalah dulu, Jinki oppa sudah mencoba bagiannya semalam, jadi hari ini tinggal kau saja.”
“semalam?” tanyaku, aku membuat nada suaraku sedatar mungkin.
“iya, aku sungguh merepotkan namjachingu-mu, mianhe oppa” kata gadis itu, aku hanya tersenyum menanggapi rentetan kalimat yeoja itu. Aku sudah hampir mencoba setengah dari pakaian-pakaian yang disodorkan Soo bin, saat jinki datang sambil membawa sekantung obat serta beberapa kotak makan siang.
“ah kau sudah datang”, kata Jinki sekilas melihat kearahku.
“meski sulit aku akan datang, bukankah ini harapan semua orang.”
“tentu saja.”
“kalian ini, kenapa obrolan calon pengantin terdengar begitu kaku dan dingin, eoh?”, oceh yeoja itu menghampiri Jinki.
“tidak apa-apa”, Jinki ngengusap kepala yeoja itu. “apa kau sudah putuskan akan memilih yang mana?”, tambahnya tanpa melihat kearahku.
“sepertinya sudah”, aku langsung kembali ke ruang ganti yang ada di ujung ruangan, menutup pintu  rapat-rapat dan menguncinya. Berharap aku tidak mendengar apapun. suara tawa mereka terasa menusuk hatiku.
Saat aku selesai dengan pakaianku, perlahan aku membuka kunci pintu. Mencoba berekspresi senatural mungkin untuk menghadapi dua mahluk yang mungkin sedang bermesraan di luar sana. Tapi tidak terdengar suara apapun, sampai aku menemukan dua mahluk itu tak lagi ada di sana. Kotak makanan juga masih tergeletak di meja tanpa tersentuh sedikitpun, aku berjalan menuju ruang kerja yeoja manis itu, mengecek apakah mereka benar-benar pergi atau malah beralih kedalam ruang kerja hanya untuk bermesraan. Beberapa pertanyaan berkecamuk di pikiranku, ketika aku tak lagi menemukan Jinki dan soo bin dalam ruangan itu maupun dalam butik.
^^^
Aku berjalan menyusuri trotoar kota. Seperti orang gila?  Iya kurang lebih seperti itu. Di tengah guyuran hujan di akhir musim gugur ini, aku terus berjalan tanpa memperdulikan bajuku yang basah akan kucuran air hujan yang kian lama makin deras. Butiran air dingin mengalir dari sudut mataku. Tak akan terlihat jelas jika kau tak memperhatikannya dengan seksama. Tapi, jika kau lihat ekspresi yang muncul dari raut wajahku. Kau pasti tahu bagaimana hancurnya hatiku saat ini.
 Yang ada di otakku saat ini adalah JINKI. Namja tampan itu lagi-lagi memperlakukanku dengan sama seperti 3 tahun lalu. Dengan sadar pergi meninggalkan aku, untuk yeoja lain. Ini bukan kali pertama Jinki meninggalkanku untuk yeoja yeoppo itu, dan karena hal itu juga hatiku bertambah sakit dan sesak.
Langkah kakiku terhenti di depan rumah besar nan mewah itu, papan nama yang terpatri disana menunjukan bahwa ini adalah kediaman keluarga Lee, aku mulai menekan bel, sesaat berikutnya terdengar suara dari intercom.
“nuguya?”, tanya suara yang aku kenali sebagai suara Jinki.
“aku hyung...”, kataku pelan, sedetik kemudian, dari pintu rumah muncul seseorang yang hanya mengenakan celana piama bermotif garis vertikal dengan t-shirt putih sebagai atasanya, dia berlari menuju pintu gerbang tanpa payung ditangannya, begitu pintu pagar dibuka, aku langsung menghambur memeluknya, mendekapnya begitu kuat seakan tak ingin dia lari lagi dari sisiku.
“kita harus masuk dulu”, bisiknya tepat ditelinga kananku “ ayo Key kita masuk”, kata Jinki membawaku masuk ke dalam halaman rumah, menuntunku sampai tiba di dalam rumah.
“eommanim..”, seru jinki memanggil eommanya.
“ne..”, seru ibu jinki dan begitu beliau muncul dari dapur satu kata yang langsung diteriakkannya” ommo..!”, ibu jinki langsung berlari mengambil handuk dari dalam lemari di bawah tangga. “apa kalian bertengkar lagi? Katakan pada eomma kibummie apa yang dilakukan anak pabo ini?!”, ocehnya mengusap kepalaku dengan handuk, mencoba mengeringkan rambutnya yang basah karna guyuran air hujan.
“sudahlah eommanim, biarkan dia berganti pakaian dulu”, potong Jinki “ayo key, ganti dulu pakaianmu dengan yang kering”
“kau benar, ayo pergilah dengan Jinki ke kamarnya, eomma akan siapkan coklat panas ne?”, aku hanya mengangguk menerima segala perlakuan manis eomma Jinki.
“kajja” kata Jinki menggandeng tanganku dan mengajakku ke kamarnya untuk berganti pakaian. Jinki baru selesai berganti pakaian setelah sebelumnya menggantikan pakaianku terlebih dahulu “aku akan menghubungi Jjong kalau kau akan menginap, aku rasa mereka sudah mulai khawatir”.
Aku menjawabnya dengan anggukan pelan. Aku masih duduk di sofa sambil menatap televisi di hadapanku, Jinki sudang berbicara dengan Jonghyun hyung lewat ponselnya, setelah itu kembali duduk disampingku.
“hyung...” panggilku lirih.
“mendekatlah, apa kepalamu pusing?” aku menggeleng kecil. “buka mulutmu,aaaa...” aku mengikuti saja apa yang diinstruksikan olehnya. “kau hampir terkena flu, beristirahatlah aku akan mengambilkan obat untukmu, supaya tidak semakin parah”, Jinki beranjak dari duduknya, hendak mengambil obat di laci di dekat ranjang, aku menarik ujung t-shirt biru tuanya, yang akhirnya membuatnya duduk lagi.
“aku mendengarkanmu”, kata Jinki nengusap pipiku, lalu tersenyum dengan begitu manis.
“apa kau yang memintanya untuk merancang baju pernikahan kita?”
“ne..”
“apa kau pergi menemuinya semalam?”
“ne”
 “apa kau pergi bersamanya tadi siang?”
“ne”
Pandanganku mulai kabur karena airmata yang mulai menggenang di pelupik mata.
dan apakah….”, suaraku tercekat ditenggorokan “ kalian menghabiskan malam bersama?”
“ne” jawabnya.
“lalu kenapa kau mau menikah denganku, sedangkan dia yang kau inginkan? Kenapa masih bertahan disisiku? Kenapa kau lakukan ini hyung?” tanyaku ditengah-tengah tangisku yang semakin menjadi. Jinki mengusap pipiku dan menyusut air mataku dengan ibu jarinya. Aku langsung memejamkan mataku saat itu juga. Perlahan dia mencium kedua kelopak mata dan pucuk hidungku.
“berhenti menangis dan pergilah tidur”, ucapnya dengan lembut.
“hyung...” bantahku yang ditanggapinya dengan menggendongku keranjang setelah sebelumnya mematikan televisi, menidurkanku di atas ranjangnya, lalu dia sendiri tidur di sampingku menghadap sisi lain.
“berbaliklah” pintaku menyentuh bahunya yang lebar. “hyung” dan akhirnya dia mau berbalik menghadapku, mengusap ujung bibirku lalu mengecupnya singkat, bukan ciuman penuh hasrat seperti biasanya melainkan kecupan selamat malam, yang mengisyaratkan kelelahan.
^^^
               Aroma yang sama memenuhi rongga hidungku pagi itu, aroma madu serta apel di ujung musim gugur, aroma yang bagaikan candu bagiku, membuatku semakin mengantuk dan tidak ingin bangun dulu.  Tiba-tiba sebuah sentuhan hangat di bibirku membuatku harus kembali terjaga, menarikku kembali ke alam sadarku secara paksa.
“emmmhhh” lenguhku karena seseorang terus menciumi bibirku tanpa ampun. Jinki terkekeh melihatku cemberut sepagi ini. Aku mengulurkan kedua tanganku mengharapkan pelukan di pagi dari Jinki, sebagai balasan karena dia telah membangunkanku dengan cara tidak layak.
“good morning” kata jinki memelukku dengan hangat, meskipun dia sudah berkemeja rapi dia tidak pernah menolak saat aku ingin memeluknya, walaupun setelah itu dia akan mengomel karena pakaiannya jadi kusut.
“good morning”, balasku masih menggelayut dalam pelukanya. Menghirup wangi tubuh namja tampan ini.
“sudah cukup Key, pergilah mandi, apa kau tidak ingin pergi kekantor?” tanya Jinki menepuk punggungku “ayo lepaskan aku, pergilah mandi…, kau tidak malu matahari bisa melihat kita dari balik jendela?”
shirooo..” tolakku mengeratkan pelukanku tanpa ada niat untuk melepasnya, tidak ku sangka Jinki malah menggendongku dengan sekali ayunan, membawaku ke kamar mandi lalu menceburkanku ke bak mandi yang penuh dengan air dingin. “kyaaaa...” teriakku terkejut karena air dingin dalam bak mandi itu menyentuh kulitku “apa kau mau membunuhku, eoh?” omelku kesal.
“setengah jam lagi, aku tunggu kau untuk sarapan ara?”
“assh... Jinjja ”, umpatku kesal, tapi dia malah mengecup bibirku. “ya  hyung..” sekali lagi dia mengecup bibirku.
“ayo mengumpat lagi.. aku akan membuatmu tidak beranjak 1mm pun dari ranjangku”, ancamnya disertai dengan smirk nakal.
“yak, byuntae!!” teriakku. Dengan cepat dia hendak menciumku lagi, tapi meleset malah dia yang akhirnya tercebur dalam bak mandi. Jadinya kami berdua berendam dalam bak mandi penuh dengan air dingin di pagi-pagi buta.
^^^
“hyung…aaa”,  seru Taemin menghampiriku di cafe kantor di lantai satu gedung itu.
hem?, jawabku mendongak kearahnya. “kenapa sudah pulang, kau tidak memboloskan?”tanyaku.
“hyung, yang membolos itu hanya pecundang”, jawabnya sambil memposisikan diri di samping kiriku.
keure, lalu dengan siapa kau datang?”
“eh..mm”
“jangan kau jawab. Dasar pabo.. kenapa akhirnya kau terperangkap dengan keroro itu, tsk” ocehku melihat Minho duduk di sebrangku dengan senyum lebar yang terkembang di wajahnya.
“apa kau sudah bosan hidup, dasar kodok.
“hyung..” kata Taemin menarik ujung jasku, menandakan protesnya dengan sikapku yang keterlaluan.
“mwo? Aku hanya memberinya tumpangan. Ada yang harus aku kerjakan dengan hyungmu Key” kata kodok itu menyeruput kopiku “emm chukae Key, aku dengar kau akan menikah dengan Jinkie hyung, padahal aku dengar…”
“hyung..” Taemin langsung melompat dan membekap mulut kodok itu, sampai kopi di cangkirku hampir tumpah.
“yakkk… Taemin! Menjauh dari kodok itu!lengkingku, hingga  membuat para pengunjung cafe memandang ke arahku.
“mwo..? Kenapa kau bicara seperti itu pada Taeminnie-ku?, ucap minho memasang tampang polos.
Taeminmu? Siapa Taemin mu…?”, tanyaku tergagap, dan aku langsung menunjukan death glareku pada Taemin. Deongsengku itu hanya duduk mematung sambil meremas lengan Minho ketakutan. Sedetik berikutnya aku langsung melunak karena namja cantik itu hampir menangis. “percuma saja aku melarangmu..” kataku sambil melangkah meninggalkan mereka di cafe.
“hyung.. gomawo..” teriak Taemin, yang aku balas dengan senyuman.
^^^
            Aku duduk di sofa putih besar di ruangan dengan tirai putih tipis yang melapisi setiap dindingnya ini. Di sebelah kananku ada vas bunga tinggi yang berisi lili putih. Lantai di kakiku dilapisi karpet bulu yang juga berwarna putih.
Aku melihat bayanganku yang terpantul dari standing mirror berbentuk oval yang berdiri di hadapanku.  Memakai setelan jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu pink  senada dengan bunga yang tersematkan di dadaku. Make up tipis yang menghiasi wajahku membuat dagu dan tulang pipiku terlihat lebih tegas serta bibir pinkku yang diberi sedikit warna merah membuat semuanya terlihat cantik.
Sudah banyak saudara dan teman dekat yang masuk ke ruangan ini. Memberi selamat atas pernikahanku dan memuji betapa cantiknya diriku ini. Aku harus selalu menyunggingkan senyum bahagia saat orang-orang itu masuk ke ruangan ini. Akan aneh jika aku memasang wajah cemberut di ‘hari bahagia’ku bukan?
Taemin kesana kemari mengambil foto. Mengambil dari sisi kanan, kiri, depan, close up, bahkan selca bersamaku sambil mengucapkan kata-kata ‘yeoppo’ berkali-kali. “ahh, hyung. Jinjja neomu neomu neomu yeoppoda..”, Taemin memujiku kesekian kalinya sambil beringsut duduk di sampingku. Melingkarkan tangannya ke lenganku manja.
“aigoo, mau sampai kapan kau mengatakan kalimat itu? Aku yang mendengarnya saja sudah bosan”, protesku sambil mengusap rambut almondnya.
“molla hyung, kau sangat cantik, aku ingin selalu mengatakan itu sepanjang hari ini.”
Kami tertawa bersama di akhir kalimatnya. Senang? Tentu saja. Dipuji seperti itu selalu berhasil membuat tulang pipiku naik beberapa senti.
Tiba-tiba ponsel Taemin berbunyi. “ne hyung, ada apa?”, sapa Taemin pada si penelepon. “mwo?”, serunya. Air mukanya berubah. Dia melirikku sekilas dengan ekpresi takut atau entah apa, hanya saja ekspresinya membuatku penasaran dengan informasi apa yang didapat dari seseorang di ujung line telpon. “eum, ne hyung aku akan keluar. Tunggu sebentar”, Taemin berdiri sambil memasukkan ponsel ke dalam saku jasnya.
“ada apa Taeminnie? Siapa yang menelponmu?”
“eum, itu, dia.. Minho hyung. Aku harus pergi hyung”, jawabnya sambil meminta izin dariku. Aku menyetujui dengan anggukan kecil. Lalu dia beranjak menuju pintu besar bercat putih dan menghilang di baliknya.
Bukankah aneh. Jika orang yang menelpon Taemin adalah Minho kenapa dia harus melihatku dengan ekspresi seperti itu? Apa yang dikatakan Minho tadi? Dan apapun yang dikatakakan Minho, pasti ada hubungannya denganku. Dan sepertinya itu bukan sesuatu yang baik.
 Beberapa waktu berlalu. Perasaanku semakin tidak enak. Aku berada di ruangan ini sendirian dan sedari tadi tidak ada satu orang pun yang masuk, entah itu sanak saudara, teman, ataupun keluarga. Semuanya semakin terasa aneh saat aku menyadari bahwa sudah sangat lama aku berada di ruangan ini. Bukankah seharusnya ada yang memanggilku untuk keluar? Mengajakku memasuki gereja, berdiri di altar, memulai upacara pemberkatan pernikahan?
Aku melihat ke sekililing ruangan mencari benda yang dapat menunjukkan waktu sekarang ini. Sayangnya nihil, tak satupun jam dinding yang terpasang. Ponsel pun sengaja kutitipkan pada Jonghyun hyung.
Aku berjalan menuju pintu. Dari dalam sayup terdengar seseorang yang berbicang dengan suara gelisah. Seperti suara Jjong hyung. Aku membuka pintu pelan, memberi celah sedikit agar bisa melihat apa yang sedang terjadi di luar.
Jonghyun hyung memegang ponsel dan mendekatkannya ke telinga. Beberapa detik kemudian dia menurunkan ponselnya dengan wajah kecewa, kesal, gelisah. “masih tidak dapat dihubungi”, ucapnya pada seseorang di sampingnya, Minho.
“coba lagi hyung”, ucap minho dengan nada lemah dan terdengar gelisah.
Jonghyun hyung mendekatkan ponselnya lagi ke telinga. Lalu menurunkannya kembali sambil menggeleng lemah.
“ahh, hyung eotokke? Waktu acara sudah hampir lewat. Bagaimana jika Jinki hyung tidak datang?”
Deg
Kata-kata Taemin barusan membuat jantungku serasa berhenti sepersekian detik. Apa? Tidak datang? Jinki hyung tidak datang?
Aku menutup mulutku yang ternganga. Otakku terasa kosong. Kakiku lemas. Bahkan dia meninggalkanku di hari pernikahan kami? Kenapa kau melakukan ini padaku hyung? Bukankah kau mencintaiku? Atau hanya aku saja yang memiliki rasa cinta ini?
Appo. Sakit. Sesak. Aku menahan airmataku agar tidak jatuh. Beranjak berdiri dan membuka pintu lebih lebar.
“hyung..”, panggilku pada Jonghyun hyung yang membuat dia agak terkejut.
“K..Key? Kenapa kau keluar? Sebaiknya kau di dalam sa...”
“apa Jinki hyung tidak datang?”, tanyaku memotong kalimat Jjong hyung dengan nada dingin.
“ani Key, dia akan datang. Dia pasti datang. Dia hanya agak, ee.. sedikit.. terlambat”, ucapanya agak ragu.
“dia tidak akan datang hyung. Pernikahan ini dibatalkan. Suruh semua tamu undangan pulang dan sampaikan permintaan maafku. Kalian bertiga pulanglah. Dan hyung, bisa kau berikan ponselku?”
Jonghyun hyung merogoh saku jasnya dan mengulurkan ponsel berstrap pink ke tanganku yang terulur. “tapi, Key.. kita bisa menunggu..”
Aku tidak mau mendengarkan kata-kata Jonghyun hyung yang hanya berusaha menenangkanku padahal dirinya sendiri pun tidak tenang. Berbalik dan kembali masuk ke dalam ruangan yang tadi aku tempati.
^^^
Jam di ponsel menunjukkan pukul 10PM KST. Aku masih berada di ruangan yang sama yang sejak pagi aku tempati. Masih dengan jas yang sama yang kukenakan tadi pagi. Dan dengan ponsel yang sepanjang hari ini selalu berada di genggamanku. Sesekali melihat layar ponsel. Berharap ada notif dari seseorang yang selalu memenuhi setiap sel otakku.
Tok tok tok
“Key? Mau sampai kapan kau berada di dalam? Ayo kita pulang..”, seru seseorang di luar sana dengan nada lemah. “berhentilah menunggunya Key, ini semua tidak berguna. Dia tidak akan datang!!”, serunya lebih keras dengan nada kesal.
“hyung, tenanglah.. Key hyung tidak akan datang sebelum Jinki hyung kemari. Dia akan selalu berada pada pendiriannya hyung”, suara Taemin yang sedang mencoba menenangkan Jjong hyung.
Marah? Pasti. Aku yakin mereka sangat marah dengan kejadian hari ini. Meskipun yang datang hanya saudara dan sebagian teman dekat mereka pasti akan membicarakan kejadian ini di belakanng kami. Tapi aku tidak peduli. Yang aku butuhkan sekarang ini adalah kejelasan. Penjelasan akan apa yang terjadi hari ini, ataupun 3 tahun yang lalu. Aku akan mendengarkannya. Entah itu kejadian yang sebenarnya ataupun alasan yang dibuat-buat. Aku akan mendengarkannya.
Aku lelah dengan keacuhanku sendiri. Aku menyerah dengan sikap dinginku dan tidak keingintahuanku. Jikapun kali ini dia mengatakan tidak mencintaiku. Aku akan menerimanya. Aku pasti menerimanya.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Di layar tertulis nama orang yang sedari tadi berputar-putar di pikiranku.
Aku mengangkatnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Hening yang terdengar. Di seberang sana pun tak terdengar sapaan apapun. Hanya terdengar hembusan nafas berat.
“Key,eodikka?”, tanyanya dengan nada lemah setelah hening panjang di antara kami.
“masih menunggumu hyung.”
^^^
Aku membuka pintu bercat putih itu dari dalam. Di luar terlihat Minho sedang memegangi bahu hyungku dengan kedua lengannya. Sedang Taemin yang berada di dekat mereka terlihat kikuk tak tahu harus berbuat apa. Semua kemarahan yang Jonghyun hyung arahkan kepada namja yang berdiri di depanku ini. Dengan masih mengenakan tuxedo yang sudah terlepas semua kancingnya, air muka yang kusut dan mata yang terlihat lelah sekaligus lemah.
Aku menyuruh ketiga orang yang masih berada di luar sana untuk benar-benar pulang kali ini, karna ada yang harus kubicarakan dengan namja yang ada di hadapanku sekarang. Tanpa menanti jawaban aku mempersilahkan namja tampan itu untuk masuk ke dalam ruangan dan menutup pintunya rapat.
Kami masih berdiri di dekat pintu, saling berpandangan. Memperhatikan air muka satu sama lain. Tak ada satu katapun yang keluar dari lisan.
Hening lama di antara kami.
Hingga detik berikutnya dia mulai menundukkan pandangannya. Tertunduk dalam dengan bahu yang terguncang pelan. Aliran air bening mulai terlihat dari ujung mata sabitnya. Aku menghampirinya, memeluknya hangat, sambil menepuk punggungnya pelan.
“mianhe Key, jongmal mianhe”, bisiknya sambil terisak pelan. “aku berjanji ini tak kan terjadi lagi. Sungguh. Mianhe Key mianhe.”
^^^
Esok harinya kami memakai pakaia serba hitam. Datang ke rumah duka untuk memberi penghormatan terakhir pada jenazah yang akan dikremasi. Di atas peti terdapat potret yeoja manis yang tersenyum, Jang Soobin.
Terlihat seorang wanita paruh baya berparas cantik yang duduk bersandar di dinding ruangan itu. Aku mendekatinya dan mengucapkan rasa bela sungkawa. Ia beranjak memelukku erat. “k.. kau Kim Kibum kan?” tanyanya dengan suara serak. “aku mohon maafkanlah Soobinku, maafkanlah dia Kim kibumshi, maaf jika dia sudah membuatmu terluka dan menderita. Dia tidak pernah bermaksud demikian. Aku mohon maafkan dia”, lanjutnya sambil terisak.
Apa Soobin menceritakan semua pada ibunya? Batinku.
“ne, ommonim. Saya memaafkannya dan tidak pernah menaruh dendam kepadanya. Berhentilah nmerasa bersalah ommonim.”
“terima kasih Kim Kibumshi, kau anak yang manis dan baik. Terima kasih, sekali lagi terima kasih.”
Semalam aku mendengarkan semua cerita Jinki hyung. Semua penjelasan yang ingin ia katakan padaku. Dari apa yang terjadi 3 tahun lalu hingga di hari batalnya pernikahan kami.
Saat itu Jinki berjanji bertemu dengan Soobin untuk memberitahu tentang penyakit yang diderita gadis itu. Siapa sangka, Soobin justru menyatakan rasa sukanya pada Jinki hyung sebelum Jinki memberitahu tentang peyakitnya. Soobin tidak tahu jika Jinki sudah memiliki kekasih, Soobin tidak tahu Jinki sudah bertunangan, dan dia tidak tahu saat itu aku berdiri di belakang keduanya. Menyaksikan Soobin mencium bibir kekasihku, lalu pergi dengan wajah memerah.
Saat itu aku benar-benar marah. Aku menghampiri Jinki hyung, menamparnya, dan melepaskan cincin yang melingkar di jari manisku lalu melemparnya ke arah namja itu.
Dan disitulah hubungan kami berakhir.
Di hari pernikahanku dan Jinki. Tiba-tiba keadaan Soobin menjadi sangat kritis. Beberapa hari sebelumnya dia pingsan. Di hari yang sama saat aku dan Jinki hyung memilih jas di butiknya. Entah bagaimana hingga aku tidak dapat mendengar suara jatuhnya tubuh Soobin dan mengira Jinki meninggalkanku. Jinki hyung bertanya-tanya, bahkan akupun bertanya-tanya pada diriku sendiri.
Beberapa hari belakangan ini, tubuh Soobin semakin lemah. Jinki hyung-lah yang bertanggung jawab akan kesehatan Soobin. Dia yang mendapatkan kepercayaan dari keluarga Jang untuk menjaganya. Jinki hyung sudah berusaha untuk mengembalikan keadaan Soobin, memberikan yang terbaik untuk kesembuhan gadis itu. Sayangnya, Tuhan berkata lain.
Di hari sebelum masa kritisnya, Soobin menitipkan secarik kertas yang ia titipkan pada Jinki hyung. Jinki hyung memberikannya padaku semalam. Di kertas itu tertulis “hiduplah bahagia dengan Lee Jinki oppa...”
Kalimat yang membuatku mengucurkan airmata sangat derasnya.
^^^
Seusai dari rumah duka aku dan namja tampan bermata sabit ini berada pada satu mobil. Ia menghentikan mobilnya di dekat sungai han. Kami berdua turun dari mobil dan berjalan-jalan di pinggiran sungai.
Menikmati hembusan angin yang menerpa. Saling menautkan jari jemari, membagikan kehangatan telapak tangan masing-masing.
Aku tersenyum dan menghembuskan nafas yang berisi sebuah kelegaan. Tiba-tiba Jinki hyung menghentikan langkahnya. Aku memandang ke arahnya dengan tatapan penuh tanya.

“Key. Kibummie. Kim kibum kekasihku. Setelah semua yang kita lewati selama ini..”dia menjeda kalimatnya. “maukah kau... menikah denganku..??” lanjutnya.

Mataku membulat. Terkejut dengan apa yang dikatakan namja di hadapanku ini. kenapa, tiba-tiba...? tidak, bukan tiba-tiba. Hanya saja, setelah kejadian kemarin...
“menikah denganku. Di sebuah gereja kecil, dengan pesta yang sederhana. Dihadiri oleh kedua orang tua masing-masing dan segelintir teman dekat.”
“pernikahan yang tanpa paksaan. Pernikahan tanpa embel-embel perjodohan di belakangnya. Pernikahan yang didasarkan oleh perasaan kita berdua. Pernikahan yang didasarkan oleh... Cinta.”
“jadi..”
Jinki mulai menurunkan badannya. Berlutut di hadapanku. Tangan kanannya menengadah ke arahku.

“will you marry me??”, ucapnya sambil diiringi senyum yang terkembang hingga menampakkan eye smile-nya.

Ini lamaran. Sebuah lamaran. Jinki melamarku. Dulu kami tidak pernah melewati prosesi ini karna sudah diatur sedemikian rupa oleh kedua orang tua.

Apa yang harus kulakukan? Aku harus menjawab apa? Jantungku berdetak tak karuan. Darahku mengalir lebih cepat dari biasanya. Aku menggigit bibir bawahku. Gugup.
Perlahan kuulurkan tangan kananku, menyambut tangan kanan Jinki hyung yang menengadah. Tersenyum manis dan mengangguk pelan.
Dia tersenyum. beranjak memelukku erat.

“saranghae Key...”

“nadoo saranghae..”

^^^
~the end~
^^^
a/n: yakk akhirnya kelar juga.. gimana? Ada bed scene-nya kaaann? Tapi nggak ada eNCi-an kkkk.. tukang PHP... *tabok pake jamban*
Terima kasih sudah mau baca ff gaje bin abal ini. kritik dan sarannya dooonngg... gw sedih banyak silent reader... T.T
Tapi, nggak apa-apa asal kalian senang saya juga senang *apa sih?*
RCL ya? jangan lupa...
No bash no flame...

Kamsahamnida~^^ *bow*