Sabtu, 01 Maret 2014

Back to My heart/BL/JinKey/2shoot/chap 1



Title: Back to my heart
Author: KimLeeFam
Pairing: OnKey/JinKey/JinKibum
Main cast: Kim kibum, Lee jinki
Side cast: Kim jonghyun, Lee Taemin, Choi minho
Other cast: find it by yourself
Length: 2 shoot
Genre: romance, hurt/comfort
Rate:  PG-17
Warning: BL, BoyxBoy, OOC, typos hir en der, etc.
Desclaimer: member SHINee milik SMent, Eomma dan Appa mereka, dan SHINee world tentunya ^~^.
 Story line milik Olivia Afirda Wirasasti, saya menuangkannya dalam tulisan dan menambahkan ini dan itu.
a/n: FF hasil percampuran otak dua author abal yang sering berkhayal yang ‘iya iya’, hingga terbentuklah sebuah FF abal abal. Karna ini FF pertama yang memuat BL, jadi pasti banyak kekurangannya. 
No bash, no flame...
Happy reading~~^^
^^^
3 tahun di Italy. 3 tahun meninggalkan Korea. Kampung halamanku. Rumahku. Keluargaku. Dan pada akhirnya aku harus kembali ke sini. Berat rasanya menginjakkan kaki di tempat ini. Bukan aku tak rindu dengan Appanim, Eommanim, Jonghyun hyung dan nae deongseng Taemin. Hanya saja kenangan buruk itu benar-benar menyakitkan. Dan aku tak mau mengingatnya.
               Mungkin aku tak akan kembali lagi ke sini jika tak terkena jurus aegyo Taemin yang membuatku tak bisa menolak permintaanya. Huh, adikku yang satu itu, benar-benar tumbuh menjadi namja yang imut. Dan lagi Jjong hyung yang memohon-mohon agar aku mau kembali ke Korea.
Risih rasanya saat 2 manusia itu tiba-tiba muncul di depan pintu apartemenku, memasang muka manis dan beralasan mau liburan beberapa hari di Italy. Tapi, beberapa hari itu mereka malah mengekoriku kesana kemari sambil membujuk-bujuk agar aku mau pulang ke Korea.
Dan, sekarang di sinilah aku. Di bandara. Bersama hyung dan adikku yang menebar senyum kesana-kemari. Seperti menang lotre saja karna bisa membawaku pulang ke rumah. Mereka berdua berjalan di depanku. Berbisik-bisik sambil cekikikan. Heol, senangnya karna misi mereka berhasil. Selamat.... aku salut dengan kegigihan kalian berdua, batinku.
Seoul. Masih sama. Masih ramai. Masih menjadi kota metropolitan dengan kesibukan penduduknya. Poster-poster bintang halyu di sana sini, kerlap kerlip lampu pertokoan. Semua masih sama. Atau jika ada perubahanpun aku tak akan tahu, karna aku memang bukan seseorang yang suka mengamati lingkungan sekitar.
Lalu bagaimana dengan dia? Dia? Kenapa aku memikirkan dia? Apa aku merindukannya? Ah, anni. Aku membencinya. Dan aku berharap tidak bertemu dengannya. Tuhan, kali ini saja, dengarkan aku. Aku tidak mau bertemu dengannya Tuhan. Karna jika aku bertemu dengannya mungkin saja aku akan menangis, itu bukan hanya memalukan tapi juga akan sangat menyakitkan.
***
Taxi yang kami tumpangi berbelok kedalam halaman luas rumah besar kami. Dari kejauhan aku melihat Eomma berdiri didepan pintu. Senyum sumringahnya terkembang begitu melihat taxi yang kami tumpangi mendekat. “Eomma.. aku merindukanmu”, kataku sambil memeluknya menahan haru.
“Eomma juga, sayang. Eomma juga merindukanmu. Kau bahkan tidak pulang ke rumah selama 3 tahun. Kenapa sepertinya kau tak merindukan eomma, eoh?”, eomma melepas pelukkannya sebentar.
“aahh, anniyo eomma. Aku benar-benar banyak pekerjaan di sana. Dan bagaimana bisa aku seenaknya saja pulang ke korea sedang di sana ada pekerjaan yang menumpuk?”
“perusahaan design interior yang besar, deadline, client dari perusahaan-perusahaan besar. Pasti sangat sibuk sekali, eoh?”, timpal Jjong hyung yang berdiri di dekat kami. “kenapa kau tak keluar saja, dan mencari pekerjaan di tempat lain? Yang tidak terlalu menuntutmu untuk kerja sebegitu kerasnya. Eumm, di perusahaanku misal??” usulnya yang diakhiri dengan kekehan.
“bekerja di tempatmu? Dan menjadi budakmu? Aku... tidaakk.. mauuu.. mr. Jamong...” jawabku dengan nada menegejek di kalimat akhir.
“yak! Jangan memanggilku jamong. Aku tidak suka itu.”
“wae? Kau kan jamong. Manusia berkaki pendek. Panggilan itu pantas untukmu.”
“yak!”
“aisshh, kalian berdua. Tak  sadarkah bahwa umur kalian sudah lebih dari 20 tahun? Masih saja bertingkah seperti anak kecil”, appanim yang baru saja turun dari lantai dua melerai pertengkaran kami yang kekanak-kanakan.
“ahh, appanim”, aku menundukkan kepala kepada laki-laki yang sangat ku hormati itu.
“hemm, kau sudah datang key? Kalau begitu cepat ke kamar dan bersihkan dirimu. Kita berkumpul saat makan malam.”
“ne, appanim. Eomma aku ke kamar dulu ne? Hyung, kajja. Bawakan koperku.”
“yak! Kau kira aku budakmu? Aisshh...”
***
“mwo? Jeju? Jaejoong hyung menikah? Kenapa kalian berdua tak memberitahuku, eoh?”, tanyaku berentetan karena terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh appanim barusan. Jaejoong hyung, kakak sepupuku dia akan menikah lusa di Jeju itulah yang disampaikan appanim setelah selesai menikmati hidangan makan malam. Dan sangat menyebalkan karna dua kakak beradik itu tidak memberitahuku sebelumnya saat masih di Italy.
“kau yang tidak bertanya”, timpal si dino head dengan santai, yang kubalas dengan death glare yang tepat sasaran hingga membuat dia salah tingkah.
“tak apalah key. Kebetulan kau ada di sini jadi kita bisa menghadiri pernikahan Jaejoong  utuh sebagai satu keluarga”, tambah eomma yang duduk di sampingku.
“keundae eomma, harusnya mereka berdua memberitahuku sebelumnya. Aku bahkan tidak ada persiapan pakaian apa yang harus kukenakan dan juga bagaimana hadiah untuk Jaejoong hyung, eoh?”
“kau tenang saja, eomma sudah mempersiapkan semuanya. Kau hanya perlu datang ke acara, ikut meramaikan suasana.”
“keundae eomma...”
“Jinki hyung juga datang ke acara itu, benarkan hyung?”
Deg. Kenapa harus nama itu yang keluar dari bibir mungilmu Taeminnie, batinku.
“ne, ne, ne, Jinki hyung juga datang”, jawab Jjong hyung antusias, sayangnya aku tak seantusias itu.
“eomma.. kau tau kan? Mereka berdua memaksaku untuk kembali pulang ke korea. Banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan. Aku harus menyelesaikannya secepatnya dan mengirimkan e-mail ke bosku di sana. Jika tidak...”
“tak ada alasan Kim kibum, kita semua harus datang ke acara itu. Eomma dan appa sudah mengabarkan pada saudara-saudara di sana bahwa kau pulang dari Italy. Dan mereka sangat senang mendengarnya. Terutama kakekmu”.
“keundae eomma...”, rengekku agak memelas.
“kerjakan semua pekerjaanmu besok atau setelah acara selesai. Besok appa dan eomma akan berangkat ke Jeju. kalian bertiga bisa berangkat di hari H.”
“Ne, ne appanim”, saat appanim sudah mengeluarkan titah, tak ada lagi harapan untuk membantah. Aku menghembuskan nafas berat. Dadaku sesak. Membayangkan sebuah pertemuan yang tak kuharapkan. Bahkan Tuhan lagi-lagi tak mendengarkan permintaanku.
***
Pagi-pagi sekali Appanim dan Eommanim berangkat ke Jeju. Jonghyun hyung bertugas mengantarkan ke bandara. Aku dan Taemin mengantar kepergian mereka di depan gerbang. Eomma mengoceh tentang hadiah yang sudah ia siapkan, jas yang harus dipakai, jangan makan-makanan instan, jangan membuat kekacauan, datang tepat waktu di acara besok dan lain sebagainya sebelum memasuki mobil. Jonghyun hyung dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa dia yang akan meng-handle semuanya. Cih, meng-handle semuanya? Baik, lihat saja nanti dino head.
Seharian aku berada di kamar mengerjakan urusan kantor, aku melepas kacamata yang sudah mengembun. Dan saat jam makan malam tiba kuputuskan untuk turun ke bawah menuju dapur. Pemandangan miris pun tersuguhkan di sana.
“Jonghyun hyung pabo. Apa ini yang kau sebut dengan makanan hyung?”, oceh Taemin dengan pandangan nanar menatap hidangan di meja. Ikan bakar yang menghitam seutuhnya, semua sayuran yang dimasak terlalu matang, dan saat Taemin mencoba kuah kacang rebus pasta, dahinya berkerut dan bibirnya melebar ke bawah, “yak hyung apa kau memasukkan sebotol garam ke dalam sini? Ini asin sekali kau tahu?”
“aigoo, dasar dino pabo”, ucapku mengejek Jjong hyung yang berdiri di dekat meja makan.
 Taemin yang sudah sangat lapar memutuskan untuk memanggil seseorang melalui ponselnya. “ne, ne, cepat datang kemari ne?” lalu dia menutup telephone-nya.
“siapa yang kau telephone? Eomma bilang kita tidak boleh makan ramyun atau makanan cepat saji dan sejenisnya”, ocehku pada Taemin.
“bukan ramyun, hyung. Yang jelas lebih baik dari makanan ternak ini”, jawabnya sambil menunjuk makanan buatan Jjong hyung.
Hampir 10 menit tidak ada yang terjadi. Pengantar ayam goreng atau sejenisnya juga tak kunjung datang. Dan, tiba-tiba..
“kenapa tidak pesan makanan saja, eoh?” kata seseorang yang mucul dari balik pintu.
“untuk apa jika aku bisa membawa ahlinya kemari? Hehe ”, Taemin sambil bergelayut di tangan namja bermata sipit itu. “Jinki hyung, buatkan aku makanan ne? Aku kelaparan hyuuung..” ucap Taemin manja.
“sebaiknya kau cepat memasak hyung, kami mulai kelaparan”, ucap Jjong hyung sambil  melepas celemeknya dan melemparnya sembarangan.
Dan saat itu juga mata kami bertemu. Namja dengan mata bulan sabit itu tertegun sejenak melihatku. “k..key? kau? Kapan kau datang?” tanyanya agak tergagap.
“belum lama”, jawabku singkat sambil memalingkan wajah. Aku berjalan mendekati meja makan dan duduk di samping Taemin. Aku tahu dia masih memandangku tapi aku tak berminat memandang ke arahnya. Dan detik berikutnya dia mulai berkutat dengan masakkannya.
Hanya butuh 30 menit dan makanan lezat sudah terhidang di meja. Jinki memotongkan melon dan strawberry lalu meletakkan di mangkukku, menuangkan susu ke dalamnya dan mengambilkan jus untukku. Tak kusangka ia masih mengingat semua itu. Oh benar. Bukankaah dia seorang dokter? Pasti dia memiliki otak yang sangat cerdas, hingga bisa mengingat segala sesuatunya.
Selama di meja makan kami saling diam.  Hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring. Aku benci dengan situasi ini. Lagipula aku bukan orang yang pura-pura tidak sadar dengan situasi yang sebenarnya terjadi. Alasan itulah yang membuatku enggan pulang ke rumah. Aku mencintainya, tapi rasa kecewa ini melebihi rasa cintaku padanya. Dan sekarang, aku sangat membenci orang yang ada di hadapanku ini.
“aku sudah selesai!” seru Taemin dan Jonghyun hyung bersamaan. Begitu selesai merapikan piring yang mereka gunakan dan meletakkannya di bak cuci piring mereka langsung meninggalkanku dan Jinki hyung di meja makan dengan penuh kecanggungan.
 “aku benci situasi macam ini”, keluhnya sambil menenggak air putih di hadapannya.
“aku juga”, jawabku tak kalah dingin, sambil mengemasi piring di meja dan membawanya ke dapur.
“bukankah ada yang perlu kita bicarakan?” serunya dari meja makan.
“tidak ada yang harus kita bicarakan lagi. Semua sudah jelas dan tak seharusnya kita membahasnya lagi”, kataku tanpa memandangnya melainkan sibuk dengan setumpuk cucian piring.
“ini tidak seperti...”
“seperti apa? Seperti pacarku mencium teman masa kecilnya? Atau seperti pacarku yang dengan sadar menamparku di depan umum hanya karena wanita murahan itu?” potongku sambil menahan sesak di dada.
“dia bukan wanita murahan Kim kibum..!” teriaknya.
“jika bukan, lalu kenapa kau lakukan itu? Jika bukan kenapa kau sakiti aku? Wanita macam apa yang mencium tunangan orang lain huh!!” teriakku tak kalah keras. Dadaku naik turun menahan amarah. Rasanya sesak. Jika diteruskan sebentar lagi pasti ada butiran air mata yang mengalir dari mataku. Dan aku benci itu.
“ini tidak akan berakhir sebelum kau mau mendengarkanku”, kata Jinki tegas.”jadi, dengarkan aku..!”
“tidak ada yang perlu aku dengar lagi dari mu Dr. Lee!” kataku ketus. Lalu meninggalkannya di ruang makan. Berlari menuju kamarku.
***
               Mataku terbelalak begitu melihat seseorang berdiri di depan ruang boarding. Lee Jinki, dengan eye smile-nya yang menarik perhatian para yeoja maupun namja di bandara ini. Ia  melambaikan tangan begitu melihat kami muncul dari pintu utama. Dan seperti biasa, Taemin langsung berlari  menghampirinya. Menggelayut di lengan kiri si namja kelinci itu.
Aku berhenti untuk menarik nafas sebentar.
               “kumohon jaga sikapmu Kim Kibum”, kata Jjong hyung sambil berlalu melewatiku. Mungkin dia mendengar pertengkaran kami semalam. Dan mungkin saja dia berharap agar aku tak berteriak pada Jinki di sini. Yang benar saja, ini kan tempat umum. Aku masih sadar dan waras untuk tidak berbuat hal yang memalukan di depan orang banyak.
               “hyung, palli... aku tidak mau dandananku berantakan hanya karena kau...”, teriak Taemin. Wah bahkan adikku itu sudah mengkhawatirkan tentang dandanannya.
Aku berjalan gontai menghampiri mereka. Jjong hyung dan Taemin langsung masuk ke ruang boarding. Begitu jarakku semakin dekat, Lee jinki mengulurkan tangannya padaku. Aku berjalan melewatinya. Dan tiba-tiba dia menarikku. Sedetik kemudian tangan kirinya sudah melingkar di pinggang rampingku.
“apa yang kau lakukan, pabo?” bisikku padanya sambil memandang tajam ke arah mata sipitnya.
               “sesuatu..” bisik Jinki tepat ditelingaku, “ada sesuatu yang masih menempel disana”. Dengan hati-hati dia menarik bandrol harga yang masih tertempel di pinggang kiriku. Setelah melihat harga yang tertera disana kelinci gila itu hanya menunjukan senyum tipisnya, lalu menyerahkan benda itu kepadaku. Ia berjalan memasuki ruang boarding. Sedangkan aku hanya bisa  berdiri mematung dengan wajah bersemu merah seperti buah apel di penghujung musim gugur.
               Detak jantungku mulai berdetak tak karuan. Wajahku terasa panas. Ah, ini memalukan. Bahkan tubuhku masih bereaksi terhadap sentuhan orang itu.
***
               Pernikahan Jaejoong hyung berlangsung sakral. Siang tadi mereka melakukan pemberkatan di gereja. Semua terlihat sakral dan mengharukan.
Aku melihat beberapa kali Jaejoong hyung menyusut butiran bening di sudut matanya. Apa begini rasanya saat berada di altar bersama orang yang akan bersumpah setia selamanya dengan kita? Dalam suka maupun duka? Dalam sakit maupun sehat? Semengharukan itukah?
Dalam hati aku pun berharap bisa merasakan hal yang sama. Dengan orang yang kucintai. Dan sebuah gambaran wajah seseorang muncul di benakku. Rasa sesak itupun muncul lagi. Tanpa sadar setetes air mata mengalir di pipi putihku.
               Malam harinya, pesta resepsi pernikahan Jaejoong hyung di gelar. Berhiaskan lampu-lampu krystal dan bernuansa putih. Pesta ini memakai tema putih. Aku tau Jaejoong hyung sangat menyukai warna ini. Jadi pantas saja dia memilih tema pestanya dengan nuansa demikian. Dan menurutku ini terlihat indah.
               Aku menghampiri Jaejoong hyung dan Yunho hyung yang berdiri berdampingan menebar senyum bahagia. “Jaejoong hyung.. chukae ne? Hyung neomu yeppeota~”, kataku saat sudah berada di depannya.
               “ah, kibummie. Kau datang? Gomawo ne?”, balas Jaejoong hyung seraya memelukku hangat. Aku membalas pelukan hangat darinya. “yak, kibummie setelah 3 tahun menghilang kau baru menampakkan wajahmu sekarang eoh? Jika kau tak muncul di pernikahanku mungkin saja aku akan menyewa agen FBI untuk membawamu ke hadapanku hahaha...”, tawa Jaejoong hyung sambil mencubit pipiku gemas.
               “ah, appo hyung. Yunho hyung, jagalah istrimu ini dan bimbinglah dia menjadi istri yang tidak cerewet dan segalak ini, ne? Aku mempercayakannya padamu hyung”, kataku sambil menepuk bahu Yunho hyung dan diiringi tawa kami bertiga.
               “ne, Kibum-shi. Aku akan menjaga hyungmu. Tenang saja percayalah padaku”, ucap Yunho hyung seraya merangkul bahu istrinya. Mereka berdua tersenyum malu-malu.
               “hah, Jaejoong hyung, aku sangat iri padamu. Bisa menikah dengan Yunho hyung yang sangat baik dan pengertian. Kau sangat beruntung hyung”, tersenyum manis di akhir kalimatku.
               “aku pun iri padamu. Kau memiliki namja yang matanya tak pernah lepas darimu dan selalu mengekorimu ke sana kemari, seperti anak anjing. Apa dia anak anjingmu kibummie?”, kata-kata Jaejoong hyung barusan membuatku heran. Siapa yang dimaksud olehnya? Aku mengikuti arah pandang dan senyuman kedua orang di depanku. Berbalik ke belakang dan melihatnya berdiri di sana.
               Namja berpipi chubby itu tersenyum sambil berjalan mendekat ke arah kami. Memandangku sekilas lalu menyalami Jaejoong hyung dan Yunho hyung. “hyung chukae ne? Semoga kalian selalu mendapat kebahagiaan.”
               “gomawo Jinki-ah...”, balas Jaejoong hyung dengan tersenyum manis. Jaejoong hyung dan Yunho hyung pun meninggalkan kami berdua saat ada relasi mereka yang memanggil. Ingin mengucapkan selamat mungkin.
               Saat aku akan pergi dari tempat itu, Jinki menahan lenganku. Menabrakkan tubuhku pada tubuhnya. Kedua lengannya tepat melingkar di pinggangku.
               “yak, paboya.. apa yang kau lakukan huh? Cepat lepaskan aku.. ”, aku meracau sambil kebingungan ingin melepaskan diriku dari pelukannya.
               “tapi aku tidak mau melakukannya Key”, jawabnya sambil tersenyum tipis. Aku masih berusaha melepaskan diriku dari pelukannya. Sayangnya tenaganya yang bak sapi jantan itu benar-benar kuat hingga aku bahkan tidak dapat bergerak satu sentipun, “kau tahu Key? Kau sangat cantik malam ini”
               Blush~ rasanya kedua pipiku panas. Berwarna merah mungkin. Ah, ini memalukan. Bukan hanya pelukan ini yang memalukan. Tetapi berekspresi seperti ini di depan Jinki. Aaahh, mau kuapakan mukaku ini...
               “lepaskan aku sekarang kelinci gila”, gumamku dengan nada mengancam.
               “mungkin aku akan melepasmu saat kita sudah selesai ‘melakukannya’ di atas ranjang”.
               “yak, Lee Jinki pabo...!!” teriakku sambil mendorongnya menjauh. Karna tadi dia melonggarkan pelukannya, sehingga aku bisa terlepas darinya. Tapi hasil dari teriakanku membuat semua mata tertuju pada kami berdua. Aahh, ini memalukan. Sedang Jinki tersenyum puas melihatku menahan malu. Jadi, dia memang ingin mengerjaiku huh? Dasar kelinci gila.
               Aku berbalik dan berjalan menjauh dari tempat Jinki berdiri. Menghindari tatapan para tamu yang tertuju padaku. Menghampiri Taemin yang berdiri di dekat meja persegi panjang yang berisi makanan.
               Taemin tersenyum geli melihatku yang mendekat padanya. “waahh, hyung. Kau mau mengumbar kemesraan di depan umum ya?” ledeknya disertai senyuman jahil.
               “mengumbar kemesraan apa? Dasar kelinci gila. Apa dia mau membuatku mati menahan malu di depan orang banyak?” ocehku.
               “tapi aku iri padamu hyung. Jinki hyung tidak malu bermesraan di depan umum seperti itu. Aahh, dia manis sekali”, ucapnya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.
               “yak, Taemin. Kau masih kecil. Jangan berpikir yang macam-macam, eoh?”
               “aku sudah akan 18th hyung. Kenapa kau selalu menganggapku masih kecil huh?”
               Sebelum aku menjawab perkataan Taemin, sapaan seseorang yang tidak asing bagiku mengalihkan perhatianku. Pria tinggi dengan mata elang berjalan mendekat. Mengembangkan senyumnya yang berkharisma.
               “hei, Kim kibum. Setelah 3 tahun kau menghilang lalu muncul begitu saja tanpa memberitahuku eoh?” ucap namja itu. Saat namja itu berdiri di depanku Taemin bersembunyi di belakang bahuku, menundukkan kepalanya, pipinya memerah. Jangan-jangan..
               “apa urusanmu Choi Minho? Aku beritahupun kau tidak akan dengan sukarela datang ke bandara untuk menjemputku kan?”
               “eii, paling tidak kau harus memberitahuku. Bukankah kita bersahabat?” ucap namja yang bernama choi minho itu sambil diiringi tawa khasnya. “hei, bukankah kau Taemin? Wah, yeppo. Kau sangat cantik Taeminnie”. Taemin yang bersembunyi di belakangku semakin menunduk dalam. Dengan ujung mataku aku melihat pipinya yang makin kemerahan.
               “yak, choi minho jangan menggoda adikku. Atau akan aku patahkan kaki dan leganmu itu”, kataku yang membuat namja cantik di belakangku terlonjak kaget sambil mengucapkan kata ‘hyung’ dengan lirih.
               “aku tidak menggodanya Key. Aku hanya memujinya”, kata Minho sambil melemparkan senyum menggodanya pada Taemin.
               “aisshh, jangan coba-coba mendekati adikku. Aku memperingatkanmu. Arra? Kajja Taemin. Kita pergi dari sini”, menarik Taemin pergi meninggalkan Minho. Taemin mengangguk ke arah Minho sebelum kami semakin menjauh. Dan Minho membalasnya dengan senyuman tulus.
               Aku bukan membenci Minho. Bukan. Dia sahabatku. Sahabat terbaikku. Meski tadi sepertinya aku ketus padanya. Tapi, begitulah persahabatan kami. Dan bukannya aku tak menyutujui dia berhubungan dengan adikku. Apalagi melihat adikku yang sepertinya juga menyukai namja bermata belo itu. Aku hanya belum siap melepaskan adikku untuk seorang choi minho. Adikku masih kecil, dia masih polos. Mungkin suatu hari aku akan melepaskan adikku. Suatu hari. Saat dia mulai dewasa dan menerima bahwa dalam hubungan cinta bukan hanya ada rasa bahagia, tapi juga rasa sakit.
               Saat semakin larut, tamu-tamu sudah mulai berkurang. Kami, duduk di meja bundar di tengah ruangan. Bercengkrama dengan pengantin baru. Heechul hyung bersebelahan dengan kekasihnya, Enhyuk hyung. Minho duduk di sampingku mengobrol dengan Jonghyun hyung. Tiffany noona, Taeyeon noona, dan Seohyun juga bergabung bersama kami. Taemin sudah kembali ke hotel karena sudah sangat larut dan aku melarangnya ikut berkumpul bersama kami.
               Kebiasaan di keluarga besar kami. Saat ada pesta kami akan berkumpul di satu meja. Membicarakan hal ini dan itu. Dan karena ini pernikahan Jaejoong hyung, topik utamanya adalah bagaimana mereka bertemu, saling mencintai, dan memutuskan untuk menikah.
               “hey, kibummie. Karna ini pestaku, aku mau kau menuruti permintaanku”, ucap Jaejoong hyung tiba-tiba,  membuat perhatian semua yang ada di sekeliling meja tertuju padaku.
               “apa hyung?”, tanyaku polos. Jaejoong hyung menuang cairan dari sebuah botol ke dalam gelas bening. Yang mana dilihat dari jauh saja sudah bisa dipastikan itu alkohol. Apa Jaejoong hyung bermaksud menyuruhku meminum minuman keras? Hah, bahkan seumur hidup aku belum pernah menyentuh minuman itu dan benar-benar tidak mau mencobanya barang setetespun.
               “minum ini Kibummie...”, ucap Jaejoong hyung sambil menggeser gelas yang berisi alkohol itu ke depanku. Aku memandang gelas di depanku dengan kening berkerut. Ingin menolak, tapi itu tidak mungkin. Aku tidak mau dibilang tidak sopan. Tapi, jika meminumnya. Aaahhh....
               Aku meraih pegangan gelas bening itu. Mengangkatnya dan akan meminumnya. Tapi, sebelum bibir gelas itu menyentuh bibirku, seseorang merebutnya dari peganganku. Menempelkan pinggiran gelas itu pada bibir apel-nya dan menegaknya sekaligus. Ia tersenyum tipis. Memandang sekilas mataku dengan mata sabitnya. “aku adalah kestria hitamnya”, ucap Jinki ke arah Jaejoong hyung.
               “geureka? Kalau begitu kau harus meminum semua yang seharusnya diminum oleh bummie eoh, Jinki-yah?”, ucap Jaejoong hyung dan diikuti anggukan dari Jinki hyung. Minho menggeser duduknya dan mempersilahkan si namja kelinci itu duduk di sampingku.
               “kau tidak perlu melakukannya, aku bisa meminumnya sendiri”, ucapku lirih, tapi aku yakin dia dapat mendengarnya.
               “ tidak seharusnya kau menyentuh benda semacam ini, jadi diam dan biarkan aku yang meminumnya”, jawabnya tegas. Meraih gelas bening yang sudah terisi kembali dengan alkohol hasil tuangan Jaejoong hyung.
               Dan begitulah sepanjang malam. Michintokki ini menegak semua alkohol yang disodorkan Jaejoong hyung ke arahku. Setiap aku akan meraihnya, dia akan meraihnya lebih dulu. Menegaknya hingga habis. Semua yang duduk di sekitar kami berceloteh betapa besar pengorbanan Lee Jinki untukku. Dan aku tanggapi dengan senyuman dingin.
***
               Sudah hampir dini hari saat aku memapah namja berpipi chubby ini di sepanjang koridor hotel. Dia mabuk. Tentu saja, dia sudah menghabiskan bergelas-gelas alkohol. Aku mengoceh tentang betapa beratnya dia sepanjang jalan. Dia sangat berat. “yak, michintokki kau harus menurunkan berat badanmu eoh? Kau... sangat.. beraattt... ahhh”, ocehku ngos-ngosan sambil melemparnya ke tempat tidur saat sudah sampai di kamar hotelnya.
               Aku melepaskan sepatu dan jasnya. Aku yakin sebentar lagi dia pasti akan mengeluarkan magma dari dalam mulutnya. Dia meracau tidak jelas, khas orang yang sedang mabuk berat.
“heol, dasar ahjussi pemabuk”.
Aku beranjak pergi, tapi lenganku ditahan olehnya. Aku merasakan genggamannya semakin erat seakan dia tak ingin aku pergi.
“jangan pergi key... aku mohon dengarkan aku...”, ucapnya dengan mata terpejam. Aku melihat aliran bening berasal dari sudut matanya.
Sudut hatiku mulai tergerak untuk sedikit melunak. Tapi, lagi-lagi ego mengalahkan suara hatiku. Aku melepaskan tangan Jinki hyung yang menggenggam lenganku erat dengan susah payah. Meninggalkan namja tampan itu sendiri di kamarnya.
***
TBC...
Gimana? Kecepetan yah? Maklum masih newbie di dunia per BL-an... kritik, saran komen dibutuhkan loohh... inget no bash no flame... ^~^

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar