***
Pernahkah kalian mendengar tentang sebuah kisah? Sebuah
kisah tentang peri-peri kecil yang tinggal di balik semak-semak di bawah pohon
momiji. Peri-peri dengan sayap cantik transparan yang serupa dengan sayap
capung, hanya saja sayap mereka lebih bersinar. Saat mereka terbang, debu-debu
emas berjatuhan dari ujung sayap mereka. Dan saat mereka diam di suatu tempat,
debu-debu emas itu akan bertebaran menari-nari di sekitar tubuh mereka.
Makhluk-makhluk cantik yang bersembunyi di balik semak di
bawah pohon momiji. Menyembunyikan kehadiran mereka agar tak diketahui oleh
makhluk lain di luar sana. Makhluk sempurna dengan keingintahuan yang besar. Makhluk
sempurna yang diciptakan Tuhan dengan akal yang cerdas, dan keingintahuan yang
besar. Manusia.
Seorang gadis cantik perlahan berjalan mendekati semak itu.
Dengan kaki telanjangnya, ia berjalan sambil merasakan rumput-rumput halus di
sekitarnya. Sampai di depan semak, dia mulai membungkukkan badan. Mengamati
semak-semak itu lalu tersenyum manis.
Debu-debu emas berterbangan di sekitaran semak.
Makhluk-makhluk kecil berterbangan dan bergaya anggun di depan mata gadis itu.
Salah satu peri itu terbang cepat lalu berhenti tepat di depan mata gadis itu.
Peri dengan tampilan wajah yang lebih dewasa, anggun, dan cantik. Mungkin ia
adalah ratu dari para peri itu.
Sang peri seperti mengucap sesuatu. Hanya saja dengan
suaranya yang sangat kecil membuatnya tak dapat didengar oleh makhluk lain
selain mereka.
Tapi gadis itu
mendengarnya. Mendengar dengan sangat jelas.
“aku pasti akan menemukan cinta sejatiku”, ucap gadis itu
dengan diiringi senyuman manis meyakinkan si peri. “dan saat aku menemukannya,
aku akan hidup dengan bahagia eomma”.
Gadis itu menegakkan tubuhnya. Dan sebuah sayap transparan
mulai terlihat dari balik punggungnya.
Debu-debu emas berterbangan di
sekitarnya. Ia memejamkan matanya. Merasakan hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya.
“aku pasti akan menemukannya.” Gumamnya sambil tersenyum.
***
Taukah kau tentang kisah ini? Kisah tentang seorang peri
yang ingin menjadi manusia.
Dia adalah seorang peri. Hanya saja ia adalah peri yang
berbeda. Ia dilahirkan dengan tubuh manusia tapi dia tetaplah seorang peri. Dan
di umur 17 tahun, dia harus berubah untuk menjadi seorang manusia seutuhnya.
Karna jika dia tidak melakukannya, dia akan menghilang. Benar-benar menghilang.
Syarat agar dia dapat menjadi manusia adalah dia harus menemukan
cinta sejatinya.
***
“Lee Jinki-shi, sekarang giliranmu!”, seru pelatih Kang dari
samping tiang lompatan.
Lee Jinki mulai memposisikan badannya di ujung lintasan
lari. Menerka-nerka jarak dari tempatnya berdiri hingga tiang lompatan. Lalu
mulai mengayunkan tubuh dan kedua lengannya ke depan ke belakang dengan gerakan
pelan namun tegas.
Melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu dengan rentangan
kaki yang panjang. Berlari. Ia berlari dengan gerakan yang setengah melompat
seperti rusa. Hingga mendekati tiang lompatan, ia mulai melompat tinggi sambil
memutar tubuhnya. Melewati pembatas yang melintang di kedua tiang. Dan
menghempaskan tubuhnya di matras yang tergelar di bawahnya.
Senyum kemenangan terkembang di wajahnya. 2m 30cm. Dia
berhasil memecahkan rekornya sendiri.
Di pinggir lapangan, berdiri sekelompok yeoja dengan pakaian
olahraga. Memperhatikan lompatan Lee Jinki tadi dengan kekaguman.
Berbisik-bisik satu sama sama lain memuji kehebatan sunbae mereka itu.
“Lee Jinki sunbae~ kau hebat.. kau yang taerbaik....”,
teriak seorang yeoja yang berdiri di
luar sekelompok haksaeng yeoja tadi. Teriakannya yang keras disertai suara
melengkingnya tak ayal membuat semua mata tertuju padanya. Dengan tatapan
jengkel, para haksaeng yeoja tadi memberikan tatapan sinis dan celaan kasar
pada yeoja yang ‘berisik’ tadi.
Tapi, Kim Gweboon tak peduli. Dia akan mengekspresikan semua
kekagumannya pada namja tampan yang baru saja melakukan lompatan terbaiknya
itu. Emm, bukan lompatan terbaiknya sepertinya. Karna Gweboon yakin, seorang
Lee Jinki bisa melakukan lebih baik dari itu.
Lee Jinki bangkit dari atas matras. Berjalan pelan menjauhi
tiang lompatan. Ia melewati tempat pelatih Kang berdiri mengawasi lompatannya
tadi. Pelatih Kang memberi tepukan pada bahu kanan Jinki. Sebuah senyuman
terukir di wajah Jinki membalas perlakuan pelatihnya.
Sekilas Lee Jinki melirik pada yeoja yang ada di seberang
tempatnya berdiri. Yeoja yang sedang menggerakkan tangannya ke kanan dan ke
kiri sambil meneriakkan namanya. Kim Gweboon, dasar gadis itu.
“ya! ya! ya! Kim Gweboon! Berhenti berteriak-teriak seperti
itu. Cepat berdiri di posisi”, perintah pelatih Kang.
“ne, seongsanim~”, jawab Gweboon sambil mengangguk pelan
pada pelatih sekaligus gurunya itu. Ia mulai berjalan menuju posisinya untuk
melakukan lompatan.
Pelatih Kang bersama Lee Joon mengatur ulang tinggi tiang
lompatan agar memenuhi standart lompatan bagi pelompat putri. Gweboon mengamati
lintasan di depannya. Memandang ke tiang lompatan lalu beralih ke arah namja
yang berdiri di sisi kiri lapangan bersama namja lain, Lee Jinki.
Senyuman
manis terkembang di bibir Gweboon karna ternyata si namja juga melihat ke
arahnya.
“selesai. Ayo Gweboon mulai!” seru pelatih Kang.
Gweboon mulai mengambil ancang-ancang. Ia berlari. Dan saat
mendekati tiang lompatan dia melompat tinggi. Lalu menghempaskan tubuhnya ke
atas matras. Hampir sama dengan yang dilakukan Jinki tadi. Hanya saja,
sepersekian detik tadi, saat yeoja itu melompat dan berada di udara, ia seperti
melayang. Gadis itu terbang. Dengan sebuah sayap transparan dan kilauan cahaya
yang terpancar dari tubuhnya.
Tak ada yang melihatnya. Tak ada yang dapat melihatnya.
Ia adalah seorang peri. Tubuhnya ringan, itu yang membuatnya
dapat melompat setinggi itu. Dan saat berada di udara tadi, ia sengaja
mengepakkan sayapnya. Merasakan terbang dengan sayapnya tanpa seorang pun
menyadarinya. Anggap dia curang karna melakukan hal itu. Tapi siapa yang tahu?
Semua orang terkagum akan lompatan Gweboon tadi. Bukan karna
lompatannya. Tapi, karna seperti ada cahaya yang memancar dari tubuh gadis itu.
Mungkin karna efek cahaya matahari? Atau karna memang gadis itu bercahaya?
Entahlah.
“Kau hebat Kim Gweboon”, gumam Jinki. Ujung matanya terpusat
pada ukuran tinggi pembatas tiang lompatan yang sengaja ditinggikan oleh
pelatih Kang. 2m 10cm. “Bagaimana bisa dia melompat setinggi itu? Apa gadis itu
terbang? Benar-benar terbang?”
***
Gweboon berdiri di depan gerbang sekolah. Menanti seseorang.
Kedua manik matanya melihat ke sekeliling. Beberapa haksaeng yeoja dan namja
melewatinya. Beberapa di ataranya berbisik-bisik sambil sesekali melirik pada
Gweboon. Gweboon tahu mereka membicarakannya.
Gweboon adalah gadis yang aneh. Dia tidak normal. Dia bahkan
sering memeluk cermin di toilet wanita. Dia menyukai Lee Jinki. Lee Jinki tidak
mungkin menyukai gadis aneh sepertinya.
Itulah beberapa hal yang para haksaeng itu bicarakan.
Gweboon mendengarnya meski mereka berbisik sekalipun. Ujung bibirnya tertarik
ke atas sedikit. Ia tersenyum kecut.
Benar dia berbeda. Karna dia benar-benar berbeda. Dan setiap
yang dia lakukan sepertinya semakin membuatnya tak dapat berbaur dengan manusia.
Bahkan dengan teman sekolahnya sekalipun.
Ia melihat pantulan bayangannya di kaca telephone umum di
samping kirinya. Sepasang sayap
terkembang di balik punggungnya. Ia menatap
pantulan sayapnya.
Jangan menatap cermin
atau apapun yang memantulkan bayanganmu
Sebuah suara lembut masuk ke telinganya. Gweboon tersenyum
sekilas.
“maaf..”, gumamnya pelan.
Gweboon berbalik. Dan ia melihat punggung seorang namja yang
sangat dikenalnya. Ia lalu berlari menyusul namja itu.
***
Jinki berjalan pelan sambil memasukkan kedua tangannya di
saku celana seragamnya. Melewati lorong kecil perumahan dengan lebar tidak
lebih dari dua meter. Lorong itu sepi. Hanya ada beberapa orang yang lalu
lalang di jalan itu, karna itu adalah jalan memutar dan bukan jalan utama.
Tiba-tiba Jinki berhenti lalu membalikkan badannya. Kedua
mata sabitnya tertuju pada seorang gadis yang berjalan di belakangnya tadi.
Gadis itu terkejut karna orang yang diikutinya tiba-tiba
berbalik. Dia pun berhenti dengan posisi yang agak aneh. Karna sedari tadi dia
mengendap-endap berjalan di belakang Jinki.
“kau tidak bosan selalu menguntitku seperti itu?”, tanya
Jinki dengan nada ketus.
“hemm?”, jawab Gweboon dengan keterjutannya.
“berhentilah mengikutiku.”
“ta.. tapi..”
Aaaaakkkkk.....
Sebelum Gweboon melanjutkan kalimatnya sebuah teriakan
seorang wanita menghentikannya.
Beberapa meter di belakangnya ada seorang wanita yang
tersungkur jatuh dengan tangan kananya menunjuk ke depan. Ia menunjuk pada laki-laki berjaket kulit
yang berlari sambil membawa sebuah tas wanita.
Laki-laki itu berlari melewati Gweboon dan Jinki. Detik berikutnya Jinki berbalik dan berlari
mengejar laki-laki tadi. Gweboon ikut berlari di belakang Jinki.
Laki-laki itu berlari dengan sangat kencang menghindari
kejaran Jinki dan Gweboon. “Pencuri.....pencuri......”, gweboon yang berlari di
belakang Jinki berteriak berkali-kali. Tapi karna lorong itu benar-benar sepi,
tak ada yang ikut berlari mengejar pencuri itu.
Pencuri tadi berbelok
ke kanan saat sampai di ujung jalan. Laki-laki
itu tertegun sejenak saat melihat di depannya adalah pagar kawat
setinggi 4meter. Jalan buntu.
Jinki sampai di tempat laki-laki tadi berbelok. Dan ia
melihat si pencuri sudah memanjat pagar kawat tadi dan mulai akan melompat
turun. Jinki berlari cepat menuju pagar itu. “Hei! Berhenti!” seru Jinki.
Hiyaaakkkk....
Gweboon menerjang laki-laki tadi dan duduk di atas punggung
pencuri itu. Pencuri itu langsung tersungkur di bawahnya. Gweboon merebut tas
wanita yang di tangan kanan laki-laki itu. “hei kau pencuri, berhentilah
mencuri atau kau akan merasakan kekuatan yang lebih dahsyat dari Kim Gweboon...
ara ?!? ” racau Gweboon sambil berdiri
dari laki-laki punggung itu. “hei... hei... kau pingsan? Ahh~ ternyata dia
pingsan”, lanjutnya sambil menendang-nendang kecil perut laki-laki tadi.
Gweboon berjalan menuju pagar kawat. Menghampiri Jinki yang
masih berdiri di baliknya. Dengan tersenyum penuh kemenangan.
Jinki tertegun melihat kejadian yang baru saja berlangsung
di depannya. Gweboon melompati pagar itu dengan mudahnya. Dan dapat melumpuhkan
pencuri itu dengan sekali terjang.
“gwe.. gweboon.. ka..kau.. bagaimana bisa kau melewati pagar
setinggi ini?”, tanya Jinki dengan tergagap.
“aku terbang.”
Jinki tertegun mendengar jawaban Gweboon.
“hahaha.. kau lucu sekali sunbae, tentu saja aku
melompatinya. Sebagai atlet lompat tinggi itu hal yang sangat mudah, kan?”
Gweboon melempar tas wanita yang dipegangnya melewati pagar dan dengan refleks
ditangkap oleh Jinki. “kembalikan tas itu ke wanita tadi dan bawa dia ke kantor
polisi. Aku juga akan membawa laki-laki ini ke sana. Okey?”
Gweboon mengedipkan matanya pada Jinki sekilas. Gadis itu
berbalik lalu memapah -agak menyeret- si pencuri yang ternyata sudah setengah
sadar.
Jinki masih berdiri di tempatnya. Masih belum dapat mencerna
dengan akal kejadian yang baru saja terjadi di depannya. Tidak mungkin Gweboon
dapat melompati pagar setinggi itu dengan sangat mudahnya, ia sendiri pun tidak
mungkin bisa.
“Kim Gweboon, siapa kau sebenarnya?”
***
Seorang cinta sejati
yang mencintai dengan tulus
Cinta yang suci tanpa
keinginan jahat dalam hatinya
Cinta yang dapat
menerima apa adanya
Cinta yang saat
melihat wujudmu yang sebenernya ia tak kan berlari
Ia tetap di sana
Tersenyum
Dan memelukmu dengan
hangat
Cahaya emas bertebaran di sekeliling tubuh Gweboon.
Memandang pantulan bayangannya di cermin tinggi berbingkai ukiran kayu. Sayap
yang mengembang di belakang punggungnya mengepak lemah.
Sedikit demi sedikit
cahaya itu akan pudar dan menghilang
Cahaya itu redup
hingga tak berbekas
“sebentar lagi waktumu
akan habis Gweboonie sayang... bisakah kau..??”, kalimat itu tertahan di
sana. Sang ibu memandang ke arah bayangan Gweboon di dalam cermin. Cairan
bening mengalir di pipi sang ratu peri.
Gweboon berdiri diam. Ia tertegun di tempatnya.
Perlahan Gweboon membuka matanya dan menemukan dirinya
terduduk di atas ranjangnya.
Mimpi itu bukan mimpi
Mimpi itu nyata
Dan yang paling nyata
adalah
Cahaya yang redup di
sekitar sang peri
***
Jinki mengayuh sepedanya di jalanan sempit yang sering ia
lewati saat pulang. Tetes demi tetes air mulai turun dari langit. Jinki
berhenti sejenak, menengadahkan tangannya dan merasakan tetesan air yang
mengenai telapak tangannya.
“hujan”, lirihnya.
Jinki mempercepat kayuhannya saat dirasa tetesan air semakin
banyak mengenai punggungnya. Kedua matanya semakin menyipit saat banyak air
hujan mengenai bagian depan wajahnya. Air hujan yang seperti menyerangnya
bersamaan. Menimbulkan rasa sakit seperti jarum-jarum kecil yang beramai-ramai
menancap di seluruh bagian tubuh.
Hujan yang sangat deras membuat jarak pandangnya tak lebih
dari dua meter. Dan saat sampai di jembatan kecil dengan pembatas rendah,
sebuah motor dengan kecepatan tinggi menyelipnya dari sebelah kanan.
Jinki oleng, sepeda yang ia naiki terlempar jauh. Sedang
tubuh Jinki tercebur ke dalam aliran
sungai yang deras.
Timbul tenggelam di tengah derasnya aliran sungai. Kedua
lengannya menggapai-gapai di permukaan air. Perlahan tubuhnya melemas dan tak bergerak.
***
Gweboon membaringkan Jinki di atas rumput basah. Di
belakangnya aliran sungai masih deras dan volumenya semakin bertambah
dikarenakan hujan yang belum berhenti.
Wajah cantik Gweboon melukiskan kekhawatiran. Aliran airmata
mengalir deras di pipi Gweboon. Ia coba memanggil nama Jinki berkali-kali. Tak
ada jawaban.
Jinki pucat. Bibirnya membiru. Kelopak matanya tertutup
rapat.
Gweboon memeriksa nadi dan pergerakan dada Jinki. Masih
berdetak, tapi ia tak bernafas.
Gweboon memberikan tekanan ke dada Jinki berulang-ulang.
Namja itu tetap tak bergeming. Ia membuka mulut Jinki dan mulai memberikan
nafas buatan. Ia lakukan kedua hal itu berkali-kali sambil memeriksa pernafasan
dan detak jantung namja itu.
Hingga akhirnya namja itu mulai terbatuk dan mengeluarkan
air dari dalam tenggorokannya. Matanya mulai membuka sedikit demi sedikit.
Gweboon tersenyum lega.
Kedua mata Jinki terbelalak kaget melihat sesosok makhluk
yang ada di depannya.
“si.. si.. siapa kau?”, tanya Jinki sambil menunjuk sosok di
depannya dengan jari yang bergetar.
Gweboon tertegun di tempatnya.
“pergi... pergi dariku.. jangan dekati aku...”, seru Jinki sambil menggerakkan tubuhnya
menjauh dari sosok di depannya. Dan dengan tubuh yang terhuyung ia menjauh dari
tempat itu.
Gweboon berdiri di tempatnya. Kedua maniknya menatap sendu.
Perlahan ia memutar wajahnya ke kiri. Melirik pada sepasang sayap yang
mengembang di balik punggungnya.
“jika bukan kau cinta sejatiku, lalu siapa Jinki?? Siapa??”
***
Bukankah sebuah
kesia-siaan saat kau terus berada di sampingnya?
Dia bahkan bukan cinta
sejatimu?
Dia bahkan bukan
seseorang yang dapat membuatmu bahagia..
Dia hanyalah dia..
Dia yang seharusnya
tak perlu kau harapkan..
***
Jinki berjalan tergesa-gesa di lorong kelas. Beberapa
haksaeng memandangnya dengan aneh walau tak peduli apa yang dicari oleh Jinki
sebenarnya.
Jinki berhenti di sebuah kelas yang terbuka pintunya.
Beberapa haksaeng penghuni kelas itu sedang menikmati jam istirahat dengan
bersantai-santai di dalam kelas. Jinki menyapu pandangannya ke setiap sudut
ruangan, tapi ia tak menemukan apa atau siapa yang ia cari.
Jinki menghampiri salah satu haksaeng namja yang duduk
menatap ke luar jendela sambil menopang dagu dengan tangan kanannya.
“ Minho-ya, kau tahu dimana Gweboon?”, tanya Jinki tanpa
basa-basi.
“ahh, hyung. Ada apa?”, jawab Minho yang baru kembali ke
alam sadarnya.
“kau tahu dimana Gweboon?”, ulang Jinki.
“gwe.. gweboon? maaf hyung aku tidak tahu. ”, jawab Minho
sambil menggelengkan kepalanya.
“ dia tidak masuk dua hari ini. tanpa izin apapun”, sahut
Woohyun yang duduk di depan meja Minho tanpa menoleh pada Jinki dan masih fokus
pada ponsel di tangannya.
“tapi, ada apa kau mencarinya hyung?”, tanya Minho penasaran.
“ada suatu hal yang harus ku tanyakan padanya”, jawab Jinki
lirih hingga tak terdengar di telinga Minho.
***
Bayangan kejadian dua hari lalu masih terlintas di benak
Jinki. Saat ia terjatuh ke dalam sungai. Saat ia tenggelam. Tak sadarkan diri.
Hingga ia tersadar dan melihat sosok asing di depannya.
Bukan bukan. Sosok yang menolongnya tidak asing dalam
benaknya. Ia mengenalnya. Hanya saja saat senja itu, ia melihat sosok yang ia
kenal berwujud berbeda.
Saat Jinki membuka matanya perlahan ia melihat senyuman itu.
Senyuman cantik seorang yeoja yang satu tahun ini selalu berputar-putar dalam
benaknya. Senyuman hangat. Senyuman yang selalu ia rindukan. Senyuman seorang
Kim Gweboon.
Tapi saat kesadarannya semakin pulih, ia melihat sesuatu
yang berbeda. Ia melihat sesuatu yang aneh muncul di balik punggung gadis di
depanya. Sepasang sayap terkembang di balik punggung gadis itu.
Itu aneh. Benar-benar aneh. Dan entah bagaimana kakinya
menuntunnya untuk menjauh dari gadis itu.
Jinki berjalan terhuyung. Kepalanya pening. Ia berhenti.
Nafasnya tersengal. Ia merasa paru-parunya masih dipenuhi oleh air sungai yang
ia minum tanpa terrencana.
Jinki berjalan pelan menuju kotak telephone umum yang tak
jauh dari tempatnya berdiri. Ia sandarkan punggungnya pada dinding kaca.
Matanya terpejam. Memikirkan kejadian yang baru saja terjadi.
Dan sebuah kesadaran memukul alam sadarnya.
Jinki langsung berlari kencang. Ia berlari secepat yang ia
bisa. Kedua kakinya menuju ke sungai tempat ia tenggelam tadi.
Namja itu mempercepat larinya saat menyadari tempat yang ia
tuju sudah semakin dekat. Ia terengah, nafasnya tak beraturan, debar jantungnya
tak normal.
Sampai di tepian sungai, Jinki berhenti. Kekecewaan muncul
dalam hatinya. Kosong. Tak ada satu
orang pun di sana.
Jinki merutuki dirinya yang terlambat menyadari semua hal
yang terjadi.
“Kim Gweebon..”, lirihnya.
***
Mendung yang sedari pagi menggantung di langit seoul
akhirnya menumpahkan tetes-tetes airnya dengan serentak. Hujan deras mewarnai
senja. Gelap dan dingin.
Gweboon berdiri di
pembatas jembatan tempat Jinki terjatuh dua hari lalu. Gweboon memandang ke arah langit. Pandangannya
sendu. Maniknya kehilangan sebuah keceriaan yang sering ia tampakkan.
“sebentar lagi waktunya, kan?”, gweboon tersenyum miris. Ia
menunduk dan memperhatikan bayangannya di aliran sungai. Sayapnya mengatup
dibalik punggungnya. Lemah dan meredup. Debu-debu emas yang mengelilinginya menghilang
sedikit demi sedikit.
“eomma~ maaf. Karna bahkan aku tak bisa mencapai
kebahagiaanku sendiri. Maaf..”, setitik cairan bening mengalir dari pelupuk
mata indahnya.
Gweboon merentangkan kedua tangannya sambil menutup mata.
Merasakan tetesan air hujan yang mengenai tubuhnya. Ia menegadahkan wajahnya ke
langit.
“Kim Gweboon...!!”, seru seseorang hingga Gweboon kembali
membuka matanya dan menoleh pada sumber suara.
Jinki berlari dengan seragam yang basah kuyup. Ia
menghampiri Gweboon dengan cepat dan menarik tangan gadis itu. Gweboon turun
dari pebatas jembatan karna tarika Jinki. Jinki menubrukkan tubuh Gweboon ke
tubuhnya. Lalu ia memeluk tubuh gadis itu erat. Sangat erat seakan ia tak akan
kehilanga gadis itu, meski ia tak tahu mengapa ia merasa demikian.
“su..su..sunbae..”, lirih Gweboon dengan kepala yang masih
berada di dalam pelukan Jinki. Telinganya bisa mendengar dengan jelas deru
nafas dan detak jantung Jinki.
“jangan pergi Gwe..”
Gweboon mendongakkan kepalanya. Pandangannya penuh dengan
tanda tanya menuntut penjelasan yang lebih dari Jinki atas kalimatnya barusan.
Jinki melepaskan pelukannya pada Gweboon, ia mundur
selangkah lalu menatap dalam ke arah kedua manik indah Gweboon. “aku tidak tau
kenapa aku merasa demikian. Maksudku, hanya saja.. aku merasa bahwa kau akan
segera pergi jika aku tidak menemukanmu. Dan.. entah mengapa aku merasa, jika
kau pergi nanti aku adalah laki-laki paling menyesal di dunia ini.”
Gweboon masih mematung di tempatnya. Tak ada satu kata pun
yang terucap dari bibirnya.
Jinki menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.
Seperti menghilangkan rasa gugup dari dalam dirinya.
“Kim Gweboon.. aku mencintaimu..”
“aku tidak peduli siapa kau sebenarnya. Entah kau seorang
peri atau seorang manusia seutuhnya. Sungguh aku mencintaimu. Cinta yang tulus.
Cinta yang kumiliki karna sebuah perasaan yang hangat setiap melihat tawamu,
senyummu, dan paras cantikmu.”
“ta.. tapi sunbae.. bukankah kau takut akan wujud asliku?
Bukankah kau lari ketakutan saat melihat wujudku yang sebenarnya??”
“tidak Gweboon.. aku tidak pernah takut padamu.. bahkan aku
mengagumi sayap indahmu.” Jinki meraih kedua tangan Gweboon, menyalurkan rasa
hangat dalam hatinya pada gadis di depannya.
“percayalah.. aku benar-benar
mencintaimu Kim Gweboon.”
Dia cinta sejatimu
Dia kebahagiaanmu
Berhentilah menangis
Kim Gweboon
Karna kebahagiaanmu
telah bersamamu saat ini
Suara indah yang samar-samar tertangkap di telinga Gweboon.
Gweboon menghapus airmata yang tanpa sengaja mengalir di pipinya. Ia tersenyum
lalu memeluk namja di depannya dengan hangat.
“aku juga mencintaimu sunbae...”
“panggil aku oppa..”
Gweboon mengangguk cepat di sela-sela pelukan hangat mereka
berdua.
Perlahan tubuh Gweboon mulai memancarkan cahaya emas. Kedua
sayapnya terkembang dan debu-debu emas kembali bertebaran di sekelilingnya.
Debu-debu emas itu seperti manari mengelilingi tubuh Jinki dan Gweboon yang
masih berpelukan.
Sayap Gweboon perlahan-lahan berubah sedikit demi sedikit
menjadi debu-debu emas dengan pancaran cahaya yang lebih terang. Lalu debu-debu
emas itu berterbangan ke langit, meninggalkan punggung Gweboon yang kini polos
tanpa sepasang sayap transparan.
Tubuh Gweboon terasa sedikit berat. Ia melepaskan pelukannya
dan melihat ke arah punggungnya.
Sayapnya telah hilang. Ia benar-benar menjadi
manusia seutuhnya.
Gweboon menatap Jinki. Menyampaikan perasaan bahagianya.
Membagi perasaannya pada orang yang ia cintai melalui tatapan mata. Keduanya
merapatkan tubuh, mendekatkan wajah, dan menautkan bibir. Menyalurkan
kehangatan, cinta, dan kebahagiaan.
Dan sebuah harapan yang sama seperti kisah lainnya bahwa
kisah ini akan berakhir bahagia selamanya. Happily ever after. Meski tak
selamanya kebahagiaan itu kita dapatkan, tapi masih ada harapan. Harapan untuk
mencapai kebahagiaan itu sendiri.
~Sekian~