^^^
“dubu, aku mencintaimu..”, kataku
sambil memandang ke arah namja manis di sampingku ini. Dia memandang ke arah
matahari senja. Dengan takut-takut aku mencoba melihat wajahnya. Penasaran
dengan perubahan ekspresinya, entah ia tersenyum ataupun kaget. Tapi dia tidak
merubah ekspresinya sedikit pun.
Ini bocah denger nggak sih? Aku bilang apa?
“Dubuuu.... kamu nggak denger ya
tadi aku bilang apa?”, kataku sambil menggoyangkan lengannya. “naneun jongmal joaheyo,
Dubu oppa. Aku benar-benar menyukaimu.”
“ne, aku mendengarmu.”
“terus kenapa nggak jawab?”
“karna aku bingung.”
“waeyo? Kenapa?”
“karena kamu tadi seperti
memberikan pernyataan. Jadi aku musti kasih sanggahan atau jawaban? Aku
bingung.”
Yah, sangtae-nya kumat lagi. Kalo ada jjong sama key oppa mereka pasti
langsung nyanyi “mwolhaedo Onew sangtae!” [whatever he does it’s onew condition]
“lah, kamu cuma musti bilang suka
atau nggak sama aku. Gitu ajaa..”
“kalau aku bilang aku nggak suka
sama kamu gimana?” Aku menundukkan pandanganku dari Dubu saat mendengar
kalimatnya barusan. Memanyunkan bibir dan menunduk lesu. “aaahh,, jadi kamu
tidak suka ya? Apa aku harus bilang suka ??” tanyanya dan langsung membuat ku
berbinar lagi.
Dubu tersenyum melihat perubahan
ekspresiku. Waaa... senyum itu senyum
itu... andweeee kamu akan membuatku
makin jatuh cinta padamu oppaaa.....
“kundae, kamu tau kan? Aku sudah jatuh cinta
dan menyukainya sangat lama?” kata Dubu yang langsung menghilangkan senyum
kebahagiaanku.
“arayo... kundae oppa, apa oppa
tidak bisa membagikan rasa suka itu sedikiiittt saja padaku??” tanyaku memelas.
Dubu yang mendengarnya hanya diam
saja dan senyum yang tadi membuatku terpesona hilang sudah. Dia serius. “aku...
mencintai chicken...”
Aku tertunduk lesu. Membayangkan
yangnyeom tondakk (ayam goreng) berbentuk pentungan berjalan mendekati Dubu.
Merangkul Dubu dan mengajaknya meninggalkan aku sendirian. Tertawa. Tersenyum
riang. Mereka bahagia. Dubu bahagia.
“ahh,, sudah semakin gelap. Kau
mau kuantar pulang?”
“ eemm,, tidak perlu oppa. Aku
bisa pulang sendiri. Terima kasih untuk hari ini,” kataku sambil beranjak
pergi.
Sampai di rumah aku langsung
menuju kamar. Bahkan tanpa menyapa eomma di dapur. Melemparkan tubuh di atas
kasur. *deep sigh* rasanya kecewa, sedih, malu bercampur aduk. Ingin menitikkan
air mata tapi tak bisa. Huwaaa.... nyesekk...
Tok.. tok.. tok...
Seseorang mengetuk pintu kamarku.
“nuguseyooo..??” tanyaku pada si
pengetuk, tanpa beranjak untuk membuka
pintu.
“Eomma. Wae? Kau pulang bahkan
tidak menyapa Eomma? Gwencana? Apa kau sudah makan?” tanya Eomma di luar kamar.
“gwencanayo Eomma.. saya sedang
malas makan”, jawabku.
“kenapa? Nanti kamu sakit. Eomma
masakkan tofu kesukaanmu.”
Tofu? Tofu? It’s Dubu.
Mengingatkan lagi pada Dubu yang berkulit putih dan berhati lembut. Hiks..
hiks... air mata pun mengalir begitu saja.
“siroyo Eomma. Saya tidak mau
makan tofu lagi. Jangan masakkan tofu lagi..” kataku setengah berteriak dan
menahan isak.
“aahhh... baiklah. Kalau begitu
apa mau Eomma pesankan ayam goreng?”
Huwaaa.... tangisku pun semakin
deras, “andwe Eomma... andweee.... hajimaaa.... jangan masakkan tofu lagi jangan
pesankan ayam goreng lagi. Saya tidak mau makan dua makanan itu lagi...!!”
“geure”, jawab Eomma, lalu
terdengar langkah kaki menuruni tangga.
Akupun melanjutkan tangisku
sambil memeluk selimut.
Tok... tok... tok...
“Eommaa.... saya tidak mau
makan... saya tidak mau makan tofu... jebaal... jangan ganggu saya eommaaaa....
hiks... hiks...” kataku sambil terisak menjawab ketukan pintu.
“wae? Kenapa? Kenapa kamu tidak
mau makan tofu lagi?”
Kaget. Suara itu. Bukan suara
Eomma. Suara berat itu.... aku langsung berlari menuju pintu. “oppaa...??!!?? mwo...mwo
haeso-yo?? Apa yang kau lakukan? Kenapa kau bisa di rumahku??” aku yang kaget
melihat Dubu sudah berdiri di depan pintu kamarku.
“ kenapa kau tidak mau makan tofu
lagi? Apa itu karena mengingatkanmu padaku? Apa kau membenciku?” tanya Dubu
berentetan. Aku menunduk, mengalihkan pandangan dari wajah Dubu yang bagai
malaikat. “apa kau menangis? Apa aku yang membuatu menangis?” Dubu sambil
mengusap pipiku. Aku terkesiap dengan perlakuan Dubu barusan. Saat akan
menatapnya tiba-tiba saja dia menubrukkan tubuhku ke dadanya.
Dubu memelukku. Dia benar-benar
memelukku. Bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya yang menderu. Apa dia baru saja berlari menuju kemari? Pikirku.
Bahkan aku bisa merasakan hangat dan wangi tubuhnya. Memimpikan hal ini saja
aku belum pernah.
“mianhee... maafkan aku. Aku tidak
bermaksud membuatmu menangis. Kumohon jangan menangis karenaku. Jebaaal...
hajimaa...” ucapnya sambil memelukku erat. “kamu tau kan? Chicken sudah
menemaniku selama 24 tahun. Aku tidak mungkin mencampakannya begitu saja. Tapi,
aku juga tidak mungkin membiarkanmu membenciku, meninggalkanku, jauh dari
lingkaranku.”
“mungkin ini terdengar egois.
Tapi, tetaplah menyukaiku. Berada disekelilingku. Selalu tersenyum padaku.
Selalu ada untukku. Aku emang tidak bisa memberimu harapan bahwa nantinya aku
akan mencintaimu. Tapi, aku ingin kau selalu ada disampingku. Jadi, kumohon tetaplah
berada di duniaku. Ne?” dia melepas pelukannya pelan.
Aku menunduk, mencerna semua
kata-kata yang baru saja Dubu katakan.
Sekian detik aku berpikir, kemudian aku mendongakkan kepala,
memandangnya. Tersenyum dan mengangguk pelan tapi mantap. Dia membalas dengan
senyumannya yang sangat manis itu.
“Jin ki-ah, ayo makan. Bibi sudah
siapkan ayamnya..” teriak eomma dari lantai satu.
Aku memandang dengan penuh tanya
pada Dubu, “aku yang membawanya kemari. Ayo kita makan. Kajja..” kalimat Dubu
yang menjawab pandangan penuh tanyaku. Dia menggandeng tanganku menuju ke ruang
makan.
Yaa, mungkin aneh kenapa aku mau menerima begitu saja permintaan Dubu yang memintaku untuk selalu menyukainya. Paling tidak dia tidak membenciku. Dia masih memintaku untuk selalu berada di sekelilingnya. Itu artinya dia tidak membenciku. Dia tidak berusaha untuk menjauhiku walaupun aku menyukainya.
Dia masih mengijinkanku untuk berada di sampingnya. Dan itu sudah membuatku bahagia. Terima kasih Dubu oppa. Jongmal saranghaeyo....
~the end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar