Author: KimLeeFam
Pairing: OnKey/JinKey/JinKibum
Main cast: Kim kibum, Lee jinki
Side cast: Kim jonghyun, Lee Taemin, Choi minho
Other cast: find it by yourself
Length: 2 shoot
Genre: romance, hurt/comfort
Rate: PG-17
Warning: BL, BoyxBoy, OOC, typos hir en der, etc.
Desclaimer: member SHINee milik SMent, Eomma dan Appa mereka, dan
SHINee world tentunya ^~^.
Story line milik Olivia Afirda Wirasasti, saya menuangkannya dalam tulisan dan menambahkan ini dan itu.
Story line milik Olivia Afirda Wirasasti, saya menuangkannya dalam tulisan dan menambahkan ini dan itu.
a/n: FF hasil percampuran otak dua author abal yang sering berkhayal
yang ‘iya iya’, hingga terbentuklah sebuah FF abal abal. Karna ini FF pertama
yang memuat BL, jadi pasti banyak kekurangannya.
No bash, no flame...
Happy reading~~^^
^^^
3 tahun di Italy. 3 tahun
meninggalkan Korea. Kampung halamanku. Rumahku. Keluargaku. Dan pada akhirnya
aku harus kembali ke sini. Berat rasanya menginjakkan kaki di tempat ini. Bukan
aku tak rindu dengan Appanim, Eommanim, Jonghyun hyung dan nae deongseng
Taemin. Hanya saja kenangan buruk itu benar-benar menyakitkan. Dan aku tak mau
mengingatnya.
Mungkin
aku tak akan kembali lagi ke sini jika tak terkena jurus aegyo Taemin yang
membuatku tak bisa menolak permintaanya. Huh, adikku yang satu itu, benar-benar
tumbuh menjadi namja yang imut. Dan lagi Jjong hyung yang memohon-mohon agar
aku mau kembali ke Korea.
Risih rasanya saat 2 manusia itu
tiba-tiba muncul di depan pintu apartemenku, memasang muka manis dan beralasan
mau liburan beberapa hari di Italy. Tapi, beberapa hari itu mereka malah
mengekoriku kesana kemari sambil membujuk-bujuk agar aku mau pulang ke Korea.
Dan, sekarang di sinilah aku. Di
bandara. Bersama hyung dan adikku yang menebar senyum kesana-kemari. Seperti
menang lotre saja karna bisa membawaku pulang ke rumah. Mereka berdua berjalan
di depanku. Berbisik-bisik sambil cekikikan. Heol, senangnya karna misi mereka
berhasil. Selamat.... aku salut dengan kegigihan kalian berdua, batinku.
Seoul. Masih sama. Masih ramai.
Masih menjadi kota metropolitan dengan kesibukan penduduknya. Poster-poster
bintang halyu di sana sini, kerlap kerlip lampu pertokoan. Semua masih sama.
Atau jika ada perubahanpun aku tak akan tahu, karna aku memang bukan seseorang
yang suka mengamati lingkungan sekitar.
Lalu bagaimana dengan dia? Dia?
Kenapa aku memikirkan dia? Apa aku merindukannya? Ah, anni. Aku membencinya.
Dan aku berharap tidak bertemu dengannya. Tuhan, kali ini saja, dengarkan aku.
Aku tidak mau bertemu dengannya Tuhan. Karna jika aku bertemu dengannya mungkin
saja aku akan menangis, itu bukan hanya memalukan tapi juga akan sangat
menyakitkan.
***
Taxi yang kami tumpangi berbelok
kedalam halaman luas rumah besar kami. Dari kejauhan aku melihat Eomma berdiri
didepan pintu. Senyum sumringahnya terkembang begitu melihat taxi yang kami
tumpangi mendekat. “Eomma.. aku merindukanmu”, kataku sambil memeluknya menahan
haru.
“Eomma juga, sayang. Eomma juga
merindukanmu. Kau bahkan tidak pulang ke rumah selama 3 tahun. Kenapa
sepertinya kau tak merindukan eomma, eoh?”, eomma melepas pelukkannya sebentar.
“aahh, anniyo eomma. Aku
benar-benar banyak pekerjaan di sana. Dan bagaimana bisa aku seenaknya saja
pulang ke korea sedang di sana ada pekerjaan yang menumpuk?”
“perusahaan design interior yang
besar, deadline, client dari perusahaan-perusahaan besar. Pasti sangat sibuk
sekali, eoh?”, timpal Jjong hyung yang berdiri di dekat kami. “kenapa kau tak
keluar saja, dan mencari pekerjaan di tempat lain? Yang tidak terlalu
menuntutmu untuk kerja sebegitu kerasnya. Eumm, di perusahaanku misal??”
usulnya yang diakhiri dengan kekehan.
“bekerja di tempatmu? Dan menjadi
budakmu? Aku... tidaakk.. mauuu.. mr. Jamong...” jawabku dengan nada menegejek
di kalimat akhir.
“yak! Jangan memanggilku jamong.
Aku tidak suka itu.”
“wae? Kau kan jamong. Manusia
berkaki pendek. Panggilan itu pantas untukmu.”
“yak!”
“aisshh, kalian berdua. Tak sadarkah bahwa umur kalian sudah lebih dari
20 tahun? Masih saja bertingkah seperti anak kecil”, appanim yang baru saja
turun dari lantai dua melerai pertengkaran kami yang kekanak-kanakan.
“ahh, appanim”, aku menundukkan
kepala kepada laki-laki yang sangat ku hormati itu.
“hemm, kau sudah datang key? Kalau
begitu cepat ke kamar dan bersihkan dirimu. Kita berkumpul saat makan malam.”
“ne, appanim. Eomma aku ke kamar
dulu ne? Hyung, kajja. Bawakan koperku.”
“yak! Kau kira aku budakmu?
Aisshh...”
***
“mwo? Jeju? Jaejoong hyung
menikah? Kenapa kalian berdua tak memberitahuku, eoh?”, tanyaku berentetan karena
terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh appanim barusan. Jaejoong hyung,
kakak sepupuku dia akan menikah lusa di Jeju itulah yang disampaikan appanim setelah
selesai menikmati hidangan makan malam. Dan sangat menyebalkan karna dua kakak
beradik itu tidak memberitahuku sebelumnya saat masih di Italy.
“kau yang tidak bertanya”, timpal
si dino head dengan santai, yang kubalas dengan death glare yang tepat sasaran
hingga membuat dia salah tingkah.
“tak apalah key. Kebetulan kau
ada di sini jadi kita bisa menghadiri pernikahan Jaejoong utuh sebagai satu keluarga”, tambah eomma
yang duduk di sampingku.
“keundae eomma, harusnya mereka
berdua memberitahuku sebelumnya. Aku bahkan tidak ada persiapan pakaian apa
yang harus kukenakan dan juga bagaimana hadiah untuk Jaejoong hyung, eoh?”
“kau tenang saja, eomma sudah
mempersiapkan semuanya. Kau hanya perlu datang ke acara, ikut meramaikan
suasana.”
“keundae eomma...”
“Jinki hyung juga datang ke acara
itu, benarkan hyung?”
Deg. Kenapa harus nama itu yang
keluar dari bibir mungilmu Taeminnie, batinku.
“ne, ne, ne, Jinki hyung juga
datang”, jawab Jjong hyung antusias, sayangnya aku tak seantusias itu.
“eomma.. kau tau kan? Mereka
berdua memaksaku untuk kembali pulang ke korea. Banyak pekerjaan yang harus ku
selesaikan. Aku harus menyelesaikannya secepatnya dan mengirimkan e-mail ke
bosku di sana. Jika tidak...”
“tak ada alasan Kim kibum, kita
semua harus datang ke acara itu. Eomma dan appa sudah mengabarkan pada
saudara-saudara di sana bahwa kau pulang dari Italy. Dan mereka sangat senang
mendengarnya. Terutama kakekmu”.
“keundae eomma...”, rengekku agak
memelas.
“kerjakan semua pekerjaanmu besok
atau setelah acara selesai. Besok appa dan eomma akan berangkat ke Jeju. kalian
bertiga bisa berangkat di hari H.”
“Ne, ne appanim”, saat appanim
sudah mengeluarkan titah, tak ada lagi harapan untuk membantah. Aku
menghembuskan nafas berat. Dadaku sesak. Membayangkan sebuah pertemuan yang tak
kuharapkan. Bahkan Tuhan lagi-lagi tak mendengarkan permintaanku.
***
Pagi-pagi sekali Appanim dan
Eommanim berangkat ke Jeju. Jonghyun hyung bertugas mengantarkan ke
bandara. Aku dan Taemin mengantar kepergian mereka di depan gerbang. Eomma mengoceh
tentang hadiah yang sudah ia siapkan, jas yang harus dipakai, jangan makan-makanan
instan, jangan membuat kekacauan, datang tepat waktu di acara besok dan lain
sebagainya sebelum memasuki mobil. Jonghyun hyung dengan sangat percaya diri
mengatakan bahwa dia yang akan meng-handle semuanya. Cih, meng-handle semuanya?
Baik, lihat saja nanti dino head.
Seharian aku berada di kamar
mengerjakan urusan kantor, aku melepas kacamata yang sudah mengembun. Dan saat
jam makan malam tiba kuputuskan untuk turun ke bawah menuju dapur. Pemandangan
miris pun tersuguhkan di sana.
“Jonghyun hyung pabo. Apa ini
yang kau sebut dengan makanan hyung?”, oceh Taemin dengan pandangan nanar
menatap hidangan di meja. Ikan bakar yang menghitam seutuhnya, semua sayuran
yang dimasak terlalu matang, dan saat Taemin mencoba kuah kacang rebus pasta,
dahinya berkerut dan bibirnya melebar ke bawah, “yak hyung apa kau memasukkan
sebotol garam ke dalam sini? Ini asin sekali kau tahu?”
“aigoo, dasar dino pabo”, ucapku
mengejek Jjong hyung yang berdiri di dekat meja makan.
Taemin yang sudah sangat lapar memutuskan
untuk memanggil seseorang melalui ponselnya. “ne, ne, cepat datang kemari ne?”
lalu dia menutup telephone-nya.
“siapa yang kau telephone? Eomma
bilang kita tidak boleh makan ramyun atau makanan cepat saji dan sejenisnya”,
ocehku pada Taemin.
“bukan ramyun, hyung. Yang jelas
lebih baik dari makanan ternak ini”, jawabnya sambil menunjuk makanan buatan
Jjong hyung.
Hampir 10 menit tidak ada yang
terjadi. Pengantar ayam goreng atau sejenisnya juga tak kunjung datang. Dan,
tiba-tiba..
“kenapa tidak pesan makanan saja,
eoh?” kata seseorang yang mucul dari balik pintu.
“untuk apa jika aku bisa membawa
ahlinya kemari? Hehe ”, Taemin sambil bergelayut di tangan namja bermata sipit
itu. “Jinki hyung, buatkan aku makanan ne? Aku kelaparan hyuuung..” ucap Taemin
manja.
“sebaiknya kau cepat memasak
hyung, kami mulai kelaparan”, ucap Jjong hyung sambil melepas celemeknya dan melemparnya
sembarangan.
Dan saat itu juga mata kami
bertemu. Namja dengan mata bulan sabit itu tertegun sejenak melihatku. “k..key?
kau? Kapan kau datang?” tanyanya agak tergagap.
“belum lama”, jawabku singkat
sambil memalingkan wajah. Aku berjalan mendekati meja makan dan duduk di
samping Taemin. Aku tahu dia masih memandangku tapi aku tak berminat memandang
ke arahnya. Dan detik berikutnya dia mulai berkutat dengan masakkannya.
Hanya butuh 30 menit dan makanan
lezat sudah terhidang di meja. Jinki memotongkan melon dan strawberry lalu
meletakkan di mangkukku, menuangkan susu ke dalamnya dan mengambilkan jus
untukku. Tak kusangka ia masih mengingat semua itu. Oh benar. Bukankaah dia
seorang dokter? Pasti dia memiliki otak yang sangat cerdas, hingga bisa
mengingat segala sesuatunya.
Selama di meja makan kami saling
diam. Hanya terdengar suara sendok yang
beradu dengan piring. Aku benci dengan situasi ini. Lagipula aku bukan orang
yang pura-pura tidak sadar dengan situasi yang sebenarnya terjadi. Alasan
itulah yang membuatku enggan pulang ke rumah. Aku mencintainya, tapi rasa
kecewa ini melebihi rasa cintaku padanya. Dan sekarang, aku sangat membenci
orang yang ada di hadapanku ini.
“aku sudah selesai!” seru Taemin
dan Jonghyun hyung bersamaan. Begitu selesai merapikan piring yang mereka
gunakan dan meletakkannya di bak cuci piring mereka langsung meninggalkanku dan
Jinki hyung di meja makan dengan penuh kecanggungan.
“aku benci situasi macam ini”, keluhnya sambil
menenggak air putih di hadapannya.
“aku juga”, jawabku tak kalah
dingin, sambil mengemasi piring di meja dan membawanya ke dapur.
“bukankah ada yang perlu kita bicarakan?”
serunya dari meja makan.
“tidak ada yang harus kita
bicarakan lagi. Semua sudah jelas dan tak seharusnya kita membahasnya lagi”,
kataku tanpa memandangnya melainkan sibuk dengan setumpuk cucian piring.
“ini tidak seperti...”
“seperti apa? Seperti pacarku
mencium teman masa kecilnya? Atau seperti pacarku yang dengan sadar menamparku
di depan umum hanya karena wanita murahan itu?” potongku sambil menahan sesak
di dada.
“dia bukan wanita murahan Kim
kibum..!” teriaknya.
“jika bukan, lalu kenapa kau
lakukan itu? Jika bukan kenapa kau sakiti aku? Wanita macam apa yang mencium
tunangan orang lain huh!!” teriakku tak kalah keras. Dadaku naik turun menahan
amarah. Rasanya sesak. Jika diteruskan sebentar lagi pasti ada butiran air mata
yang mengalir dari mataku. Dan aku benci itu.
“ini tidak akan berakhir sebelum
kau mau mendengarkanku”, kata Jinki tegas.”jadi, dengarkan aku..!”
“tidak ada yang perlu aku dengar
lagi dari mu Dr. Lee!” kataku ketus. Lalu meninggalkannya di ruang makan.
Berlari menuju kamarku.
***
Mataku
terbelalak begitu melihat seseorang berdiri di depan ruang boarding. Lee Jinki,
dengan eye smile-nya yang menarik perhatian para yeoja maupun namja di bandara
ini. Ia melambaikan tangan begitu melihat
kami muncul dari pintu utama. Dan seperti biasa, Taemin langsung berlari menghampirinya. Menggelayut di lengan kiri si
namja kelinci itu.
Aku berhenti untuk menarik nafas
sebentar.
“kumohon
jaga sikapmu Kim Kibum”, kata Jjong hyung sambil berlalu melewatiku. Mungkin
dia mendengar pertengkaran kami semalam. Dan mungkin saja dia berharap agar aku
tak berteriak pada Jinki di sini. Yang benar saja, ini kan tempat umum. Aku
masih sadar dan waras untuk tidak berbuat hal yang memalukan di depan orang
banyak.
“hyung,
palli... aku tidak mau dandananku berantakan hanya karena kau...”, teriak
Taemin. Wah bahkan adikku itu sudah mengkhawatirkan tentang dandanannya.
Aku berjalan gontai menghampiri
mereka. Jjong hyung dan Taemin langsung masuk ke ruang boarding. Begitu jarakku
semakin dekat, Lee jinki mengulurkan tangannya padaku. Aku berjalan
melewatinya. Dan tiba-tiba dia menarikku. Sedetik kemudian tangan kirinya sudah
melingkar di pinggang rampingku.
“apa yang kau lakukan, pabo?”
bisikku padanya sambil memandang tajam ke arah mata sipitnya.
“sesuatu..”
bisik Jinki tepat ditelingaku, “ada sesuatu yang masih menempel disana”. Dengan
hati-hati dia menarik bandrol harga yang masih tertempel di pinggang kiriku. Setelah
melihat harga yang tertera disana kelinci gila itu hanya menunjukan senyum
tipisnya, lalu menyerahkan benda itu kepadaku. Ia berjalan memasuki ruang
boarding. Sedangkan aku hanya bisa berdiri
mematung dengan wajah bersemu merah seperti buah apel di penghujung musim
gugur.
Detak
jantungku mulai berdetak tak karuan. Wajahku terasa panas. Ah, ini memalukan.
Bahkan tubuhku masih bereaksi terhadap sentuhan orang itu.
***
Pernikahan
Jaejoong hyung berlangsung sakral. Siang tadi mereka melakukan pemberkatan di
gereja. Semua terlihat sakral dan mengharukan.
Aku melihat beberapa kali Jaejoong
hyung menyusut butiran bening di sudut matanya. Apa begini rasanya saat berada
di altar bersama orang yang akan bersumpah setia selamanya dengan kita? Dalam
suka maupun duka? Dalam sakit maupun sehat? Semengharukan itukah?
Dalam hati aku pun berharap bisa
merasakan hal yang sama. Dengan orang yang kucintai. Dan sebuah gambaran wajah
seseorang muncul di benakku. Rasa sesak itupun muncul lagi. Tanpa sadar setetes
air mata mengalir di pipi putihku.
Malam
harinya, pesta resepsi pernikahan Jaejoong hyung di gelar. Berhiaskan
lampu-lampu krystal dan bernuansa putih. Pesta ini memakai tema putih. Aku tau
Jaejoong hyung sangat menyukai warna ini. Jadi pantas saja dia memilih tema
pestanya dengan nuansa demikian. Dan menurutku ini terlihat indah.
Aku
menghampiri Jaejoong hyung dan Yunho hyung yang berdiri berdampingan menebar
senyum bahagia. “Jaejoong hyung.. chukae ne? Hyung neomu yeppeota~”, kataku
saat sudah berada di depannya.
“ah,
kibummie. Kau datang? Gomawo ne?”, balas Jaejoong hyung seraya memelukku
hangat. Aku membalas pelukan hangat darinya. “yak, kibummie setelah 3 tahun
menghilang kau baru menampakkan wajahmu sekarang eoh? Jika kau tak muncul di
pernikahanku mungkin saja aku akan menyewa agen FBI untuk membawamu ke
hadapanku hahaha...”, tawa Jaejoong hyung sambil mencubit pipiku gemas.
“ah,
appo hyung. Yunho hyung, jagalah istrimu ini dan bimbinglah dia menjadi istri
yang tidak cerewet dan segalak ini, ne? Aku mempercayakannya padamu hyung”,
kataku sambil menepuk bahu Yunho hyung dan diiringi tawa kami bertiga.
“ne,
Kibum-shi. Aku akan menjaga hyungmu. Tenang saja percayalah padaku”, ucap Yunho
hyung seraya merangkul bahu istrinya. Mereka berdua tersenyum malu-malu.
“hah,
Jaejoong hyung, aku sangat iri padamu. Bisa menikah dengan Yunho hyung yang
sangat baik dan pengertian. Kau sangat beruntung hyung”, tersenyum manis di
akhir kalimatku.
“aku pun
iri padamu. Kau memiliki namja yang matanya tak pernah lepas darimu dan selalu
mengekorimu ke sana kemari, seperti anak anjing. Apa dia anak anjingmu
kibummie?”, kata-kata Jaejoong hyung barusan membuatku heran. Siapa yang
dimaksud olehnya? Aku mengikuti arah pandang dan senyuman kedua orang di
depanku. Berbalik ke belakang dan melihatnya berdiri di sana.
Namja
berpipi chubby itu tersenyum sambil berjalan mendekat ke arah kami. Memandangku
sekilas lalu menyalami Jaejoong hyung dan Yunho hyung. “hyung chukae ne? Semoga
kalian selalu mendapat kebahagiaan.”
“gomawo
Jinki-ah...”, balas Jaejoong hyung dengan tersenyum manis. Jaejoong hyung dan
Yunho hyung pun meninggalkan kami berdua saat ada relasi mereka yang memanggil.
Ingin mengucapkan selamat mungkin.
Saat aku
akan pergi dari tempat itu, Jinki menahan lenganku. Menabrakkan tubuhku pada
tubuhnya. Kedua lengannya tepat melingkar di pinggangku.
“yak,
paboya.. apa yang kau lakukan huh? Cepat lepaskan aku.. ”, aku meracau sambil
kebingungan ingin melepaskan diriku dari pelukannya.
“tapi
aku tidak mau melakukannya Key”, jawabnya sambil tersenyum tipis. Aku masih
berusaha melepaskan diriku dari pelukannya. Sayangnya tenaganya yang bak sapi
jantan itu benar-benar kuat hingga aku bahkan tidak dapat bergerak satu
sentipun, “kau tahu Key? Kau sangat cantik malam ini”
Blush~
rasanya kedua pipiku panas. Berwarna merah mungkin. Ah, ini memalukan. Bukan
hanya pelukan ini yang memalukan. Tetapi berekspresi seperti ini di depan
Jinki. Aaahh, mau kuapakan mukaku ini...
“lepaskan
aku sekarang kelinci gila”, gumamku dengan nada mengancam.
“mungkin
aku akan melepasmu saat kita sudah selesai ‘melakukannya’ di atas ranjang”.
“yak,
Lee Jinki pabo...!!” teriakku sambil mendorongnya menjauh. Karna tadi dia
melonggarkan pelukannya, sehingga aku bisa terlepas darinya. Tapi hasil dari
teriakanku membuat semua mata tertuju pada kami berdua. Aahh, ini memalukan.
Sedang Jinki tersenyum puas melihatku menahan malu. Jadi, dia memang ingin
mengerjaiku huh? Dasar kelinci gila.
Aku
berbalik dan berjalan menjauh dari tempat Jinki berdiri. Menghindari tatapan
para tamu yang tertuju padaku. Menghampiri Taemin yang berdiri di dekat meja
persegi panjang yang berisi makanan.
Taemin
tersenyum geli melihatku yang mendekat padanya. “waahh, hyung. Kau mau
mengumbar kemesraan di depan umum ya?” ledeknya disertai senyuman jahil.
“mengumbar
kemesraan apa? Dasar kelinci gila. Apa dia mau membuatku mati menahan malu di
depan orang banyak?” ocehku.
“tapi
aku iri padamu hyung. Jinki hyung tidak malu bermesraan di depan umum seperti
itu. Aahh, dia manis sekali”, ucapnya sambil mengatupkan kedua telapak
tangannya.
“yak,
Taemin. Kau masih kecil. Jangan berpikir yang macam-macam, eoh?”
“aku sudah
akan 18th hyung. Kenapa kau selalu menganggapku masih kecil huh?”
Sebelum
aku menjawab perkataan Taemin, sapaan seseorang yang tidak asing bagiku
mengalihkan perhatianku. Pria tinggi dengan mata elang berjalan mendekat.
Mengembangkan senyumnya yang berkharisma.
“hei,
Kim kibum. Setelah 3 tahun kau menghilang lalu muncul begitu saja tanpa
memberitahuku eoh?” ucap namja itu. Saat namja itu berdiri di depanku Taemin
bersembunyi di belakang bahuku, menundukkan kepalanya, pipinya memerah.
Jangan-jangan..
“apa
urusanmu Choi Minho? Aku beritahupun kau tidak akan dengan sukarela datang ke
bandara untuk menjemputku kan?”
“eii,
paling tidak kau harus memberitahuku. Bukankah kita bersahabat?” ucap namja
yang bernama choi minho itu sambil diiringi tawa khasnya. “hei, bukankah kau
Taemin? Wah, yeppo. Kau sangat cantik Taeminnie”. Taemin yang bersembunyi di
belakangku semakin menunduk dalam. Dengan ujung mataku aku melihat pipinya yang
makin kemerahan.
“yak,
choi minho jangan menggoda adikku. Atau akan aku patahkan kaki dan leganmu
itu”, kataku yang membuat namja cantik di belakangku terlonjak kaget sambil
mengucapkan kata ‘hyung’ dengan lirih.
“aku
tidak menggodanya Key. Aku hanya memujinya”, kata Minho sambil melemparkan
senyum menggodanya pada Taemin.
“aisshh,
jangan coba-coba mendekati adikku. Aku memperingatkanmu. Arra? Kajja Taemin.
Kita pergi dari sini”, menarik Taemin pergi meninggalkan Minho. Taemin
mengangguk ke arah Minho sebelum kami semakin menjauh. Dan Minho membalasnya
dengan senyuman tulus.
Aku bukan
membenci Minho. Bukan. Dia sahabatku. Sahabat terbaikku. Meski tadi sepertinya
aku ketus padanya. Tapi, begitulah persahabatan kami. Dan bukannya aku tak
menyutujui dia berhubungan dengan adikku. Apalagi melihat adikku yang
sepertinya juga menyukai namja bermata belo itu. Aku hanya belum siap
melepaskan adikku untuk seorang choi minho. Adikku masih kecil, dia masih
polos. Mungkin suatu hari aku akan melepaskan adikku. Suatu hari. Saat dia
mulai dewasa dan menerima bahwa dalam hubungan cinta bukan hanya ada rasa
bahagia, tapi juga rasa sakit.
Saat
semakin larut, tamu-tamu sudah mulai berkurang. Kami, duduk di meja bundar di
tengah ruangan. Bercengkrama dengan pengantin baru. Heechul hyung bersebelahan
dengan kekasihnya, Enhyuk hyung. Minho duduk di sampingku mengobrol dengan
Jonghyun hyung. Tiffany noona, Taeyeon noona, dan Seohyun juga bergabung
bersama kami. Taemin sudah kembali ke hotel karena sudah sangat larut dan aku
melarangnya ikut berkumpul bersama kami.
Kebiasaan
di keluarga besar kami. Saat ada pesta kami akan berkumpul di satu meja.
Membicarakan hal ini dan itu. Dan karena ini pernikahan Jaejoong hyung, topik
utamanya adalah bagaimana mereka bertemu, saling mencintai, dan memutuskan
untuk menikah.
“hey,
kibummie. Karna ini pestaku, aku mau kau menuruti permintaanku”, ucap Jaejoong
hyung tiba-tiba, membuat perhatian semua
yang ada di sekeliling meja tertuju padaku.
“apa
hyung?”, tanyaku polos. Jaejoong hyung menuang cairan dari sebuah botol ke dalam
gelas bening. Yang mana dilihat dari jauh saja sudah bisa dipastikan itu
alkohol. Apa Jaejoong hyung bermaksud menyuruhku meminum minuman keras? Hah,
bahkan seumur hidup aku belum pernah menyentuh minuman itu dan benar-benar
tidak mau mencobanya barang setetespun.
“minum
ini Kibummie...”, ucap Jaejoong hyung sambil menggeser gelas yang berisi
alkohol itu ke depanku. Aku memandang gelas di depanku dengan kening berkerut.
Ingin menolak, tapi itu tidak mungkin. Aku tidak mau dibilang tidak sopan.
Tapi, jika meminumnya. Aaahhh....
Aku
meraih pegangan gelas bening itu. Mengangkatnya dan akan meminumnya. Tapi,
sebelum bibir gelas itu menyentuh bibirku, seseorang merebutnya dari
peganganku. Menempelkan pinggiran gelas itu pada bibir apel-nya dan menegaknya
sekaligus. Ia tersenyum tipis. Memandang sekilas mataku dengan mata sabitnya.
“aku adalah kestria hitamnya”, ucap Jinki ke arah Jaejoong hyung.
“geureka?
Kalau begitu kau harus meminum semua yang seharusnya diminum oleh bummie eoh,
Jinki-yah?”, ucap Jaejoong hyung dan diikuti anggukan dari Jinki hyung. Minho
menggeser duduknya dan mempersilahkan si namja kelinci itu duduk di sampingku.
“kau
tidak perlu melakukannya, aku bisa meminumnya sendiri”, ucapku lirih, tapi aku
yakin dia dapat mendengarnya.
“ tidak
seharusnya kau menyentuh benda semacam ini, jadi diam dan biarkan aku yang
meminumnya”, jawabnya tegas. Meraih gelas bening yang sudah terisi kembali
dengan alkohol hasil tuangan Jaejoong hyung.
Dan
begitulah sepanjang malam. Michintokki ini menegak semua alkohol yang
disodorkan Jaejoong hyung ke arahku. Setiap aku akan meraihnya, dia akan
meraihnya lebih dulu. Menegaknya hingga habis. Semua yang duduk di sekitar kami
berceloteh betapa besar pengorbanan Lee Jinki untukku. Dan aku tanggapi dengan
senyuman dingin.
***
Sudah
hampir dini hari saat aku memapah namja berpipi chubby ini di sepanjang koridor
hotel. Dia mabuk. Tentu saja, dia sudah menghabiskan bergelas-gelas alkohol. Aku
mengoceh tentang betapa beratnya dia sepanjang jalan. Dia sangat berat. “yak,
michintokki kau harus menurunkan berat badanmu eoh? Kau... sangat.. beraattt...
ahhh”, ocehku ngos-ngosan sambil melemparnya ke tempat tidur saat sudah sampai
di kamar hotelnya.
Aku
melepaskan sepatu dan jasnya. Aku yakin sebentar lagi dia pasti akan
mengeluarkan magma dari dalam mulutnya. Dia meracau tidak jelas, khas orang
yang sedang mabuk berat.
“heol, dasar ahjussi pemabuk”.
Aku beranjak pergi, tapi lenganku
ditahan olehnya. Aku merasakan genggamannya semakin erat seakan dia tak ingin
aku pergi.
“jangan pergi key... aku mohon
dengarkan aku...”, ucapnya dengan mata terpejam. Aku melihat aliran bening
berasal dari sudut matanya.
Sudut hatiku mulai tergerak untuk
sedikit melunak. Tapi, lagi-lagi ego mengalahkan suara hatiku. Aku melepaskan
tangan Jinki hyung yang menggenggam lenganku erat dengan susah payah.
Meninggalkan namja tampan itu sendiri di kamarnya.
***
TBC...
Gimana? Kecepetan yah? Maklum masih newbie di dunia per BL-an...
kritik, saran komen dibutuhkan loohh... inget no bash no flame... ^~^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar