POPCORN
KARNA LEBIH DARI SEKEDAR
BERONDONG
Tosser,
handal, cakep pula.
Itu yang ada dalam pikiran gue saat
pertama liat dia. Semua juga bakal berpikiran sama dengan yang ada dalam
pikiran gue. Hanya saja ada sebuah perasaan aneh sewaktu melihatnya. Sesuatu
yang sangat jarang gue rasakan.
Namanya Yudha. Adik kelas gue. Pertama
liat sewaktu akhir semester ganjil. Dimana sekolah mengadakan classmeeting
untuk mengisi minggu terakhir sebelum penerimaan rapot. Kulitnya yang putih +
rambut yang kian kemari ala model iklan sampo Lifeboy langsung bikin
penglihatan terpusat pada sosoknya.
Tadinya Cuma iseng-iseng buat nonton classmeeting, pasalnya kalo test
udah kelar pasti nggak ada pelajaran dan status ‘Anak Sekolahan’ beralih menjadi ‘Pengangguran
Terselubung Kurang Kerjaan’. So, Nelly yang lagi autis dengan hape Android barunya gue seret aja ke GOR
sekolah buat nonton classmeeting. Eh, ternyata ada tosser dari tim adek kelas
yang mukanya cerah. Lumayanlah buat cuci mata. Xixixix...
“ Itu siapa sih ?” tanyaku pada Nelly yang
masih autis bermain-main dengan android-nya.
“ Yang mana?” tanyanya tanpa melihat objek yang gue maksud.
“ Itu yang jadi tosser.” Sambil mendongakkan kepala Nelly secara paksa.
“ Ooh, itu. Namanya . . ,“ Nelly memasang tampang berpikir “ lupa gue siapa namanya”. Lalu kembali menatap layar hape-nya tanpa memperdulikan kekecewaan gue.
“ Anak kelas X6 tuh!” tambahnya tiba-tiba.
“ Tau darimana?”
“ Liat aja kaos yang dia pake. Sekilas liat aja udah tau kali, Pen”.
“ Yang mana?” tanyanya tanpa melihat objek yang gue maksud.
“ Itu yang jadi tosser.” Sambil mendongakkan kepala Nelly secara paksa.
“ Ooh, itu. Namanya . . ,“ Nelly memasang tampang berpikir “ lupa gue siapa namanya”. Lalu kembali menatap layar hape-nya tanpa memperdulikan kekecewaan gue.
“ Anak kelas X6 tuh!” tambahnya tiba-tiba.
“ Tau darimana?”
“ Liat aja kaos yang dia pake. Sekilas liat aja udah tau kali, Pen”.
Oh, iya saking terkesimanya sama itu
tosser , sampai nggak merhatiinn kaos kelas yang dia pake, yang bertuliskan
‘Kelas Sepuluh Enam’ secara besar-besar di punggungnya.
“Eh, pen. Dia bukannya ikut ekskul
volly, ya?” Tanya Nelly.
“Emang iya?” Jawab gue yang malah balik nanya.
“Yee.. kan elu yang ikut ekstra. Masa’ nggak tau ?!?”
“Nggak. . . “ sambil menggelengkan kepala secara konyol.
“ Payah lu...!! Makanya ikut ekskul tuh yang niat. Ikut ekskul Cuma buat nglihatin mukanya kak Denny aja sih. Sekarang orangnya udah lulus, ekskul volly pun dicampakan begitu saja.”
“Emang iya?” Jawab gue yang malah balik nanya.
“Yee.. kan elu yang ikut ekstra. Masa’ nggak tau ?!?”
“Nggak. . . “ sambil menggelengkan kepala secara konyol.
“ Payah lu...!! Makanya ikut ekskul tuh yang niat. Ikut ekskul Cuma buat nglihatin mukanya kak Denny aja sih. Sekarang orangnya udah lulus, ekskul volly pun dicampakan begitu saja.”
“ Berisik lu. Udah sana maen hape aja,
gue mau nonton.”
“ Reseh lu...!!” sambil ngejitak kepala gue, lalu kembali bermain-main dengan hapenya.
“ Reseh lu...!!” sambil ngejitak kepala gue, lalu kembali bermain-main dengan hapenya.
Pertandingan memang sedang berjalan
seru. Kedua tim berkejar-kejaran dalam mencetak skor. Sedang perhatian gue bukan terfokus pada
pertandingan, melainkan pada tosser dari tim kelas X6 itu. Rasanya ada sesuatu yang aneh saat
melihatnya. Rasanya memandangnya saja membuat hati tenang. Nggak pernah ngerasa
demikian sama cowok manapun. Hemm.. apa
sebenernya yang gue rasakan? Tanyaku dalam hati.
***
Usai libur semester gue berencana buat
ikut lagi ekskul volly. Kangen juga pengen maen volly, udah lama nggak pernah
maen. Bener kata Nelly semenjak kak Denny lulus gue jadi jarang ikut latihan.
Karena dulu ikut volly alasan utamanya biar bisa ngliatin muka gantengnya kak
Denny. Pas kak Denny lulus jadi ogah-ogahan buat ikut latihan. Jadinya gue
nggak pernah tau tentang si Tosser yang ternyata selama ini ikut anggota ekskul
volly.
Okey, ini memang kedua kalinya gue ikut ekskul volly dengan latar belakang biar bisa deket sama orang yang bikin gue ‘penasaran’. Tapi, wajar dong kalo gue melakukan hal yang demikian namanya juga usaha. Hehehe... J
Okey, ini memang kedua kalinya gue ikut ekskul volly dengan latar belakang biar bisa deket sama orang yang bikin gue ‘penasaran’. Tapi, wajar dong kalo gue melakukan hal yang demikian namanya juga usaha. Hehehe... J
Minggu awal masuk sekolah setiap ekskul
sudah mulai aktif melakukan kegiatannya. Termasuk ekskul volly. So, rabu sore
gue udah siap-siap buat berangkat latihan. Sengaja naik motor dengan santai.
Namanya juga senior, dateng telat dikit no problemo, dong.
Sampai di sekolah gue langsung parkir
motor dan berjalan menuju GOR. Di GOR ternyata sudah ramai. Terlebih karena
jadwal ekskul volly yang berbarengan dengan cheerleader, bikin suasana GOR jadi
bernuansa ramai dengan teriakan-teriakan
anak-anak cheers.
Gue berjalan santai menuju arena volly.
Menghampiri Pak Agus, pelatih volly kami yang juga wali kelas XI IPA B, kelas
gue.
“Pak maaf terlambat.” Kataku.
“Hemm. . .” jawabnya.
“Daftar absennya di mana, pak?”
“Tuh. .” sambil menunjuk papan di atas bangku di pinggir lapangan. Gue pun langsung menuju ke bangku tersebut. Saat akan menuliskan nama di daftar, tiba-tiba seseorang merebut papan itu. Ternyata dia adalah ‘si Tosser’ dengan rambut ala model iklan sampho Lifeboynya.
“Enak aja dateng telat langsung main absen, lari 8 kali keliling lapangan,” suruhnya.
“ Okey, gue bakal lari. Tapi gue absen dulu, baru entar keliling lapangan,” timpalku sambil mencoba merebut papan absen.
“ Nggak, lari dulu baru absen”.
“ Rese banget sih, lu nggak tau siapa gue?”
“ Nggak penting siapa loe. Lari sana, 8 kali putaran!” berlalu sambil membawa daftar absen di tangannya.
“Hemm. . .” jawabnya.
“Daftar absennya di mana, pak?”
“Tuh. .” sambil menunjuk papan di atas bangku di pinggir lapangan. Gue pun langsung menuju ke bangku tersebut. Saat akan menuliskan nama di daftar, tiba-tiba seseorang merebut papan itu. Ternyata dia adalah ‘si Tosser’ dengan rambut ala model iklan sampho Lifeboynya.
“Enak aja dateng telat langsung main absen, lari 8 kali keliling lapangan,” suruhnya.
“ Okey, gue bakal lari. Tapi gue absen dulu, baru entar keliling lapangan,” timpalku sambil mencoba merebut papan absen.
“ Nggak, lari dulu baru absen”.
“ Rese banget sih, lu nggak tau siapa gue?”
“ Nggak penting siapa loe. Lari sana, 8 kali putaran!” berlalu sambil membawa daftar absen di tangannya.
Dengan terpaksa gue nurut sama perintah
dia. Sebenernya gue males banget musti dapet hukuman dari junior. Secara gue
senior gitu, masa’ dapet hukuman gara-gara telat sih. Pak Agus aja tidak
mempersalahkan keterlambatan gue. Huh, rese’.
Setelah lari 8 kali keliling lapangan,
gue ikut bergabung sama anak-anak volly yang sedang diberi pengarahan oleh Pak
Agus di pinggir lapangan. Dengan nafas yang terengah, gue duduk menyelonjorkan
kaki di dekat Iwan, Iqbal, dan Eki. Mereka adalah temen seperjuangan gue waktu
tanding volly lawan anak Padewa 5, lima bulan lalu.
“ Ikut volly lagi lu? Udah kelar
semedinya?” Tanya Iwan dibarengi nada cekikikan Iqbal dan Eki.
“ Siapa juga yang semedi? Gue tuh lagi vacum tau? Trauma mendalam gara-gara pertandingan terakhir kita”.
“ Beuh, masih inget aja lu. Kita aja udah nggak.” Timpal Iqbal.
“ Yaiyalah kalian pada nggak, secara bukan kalian yang dikejar-kejar anak Padewa 5 sampei masuk got gitu.” Jawabku sarkastik.
“Iya, iya, tau deh kita, itu memang pertandingan paling nggak asyik yang pernah kita jalani. Tapi, alesan lu balik ke sini apa sih sebenernya? Kayaknya nggak mungkin deh, kalo Cuma sekedar pengen maen bola volly,” tembak Iwan dengan tampang curiga. “ Atau jangan-jangan lu ikut latihan lagi gara-gara Yudha?!?”
“ Yudha?? Who is Yudha??”
“ Cowok yang tadi nyuruh lu lari-lari muterin lapangan”.
oh, jadi namanya Yudha. . . batinku.
“ Emm. . gimana yia, tadinya sih emang gitu. Tapi, setelah tau dia jutek + rese’ gitu jadi males dah”.
“ Hah, kebiasaan lu. Lagi-lagi masuk volly gara-gara mau pedekate sama cowok. Dari dulu nggak berubah, “ Kata Eki, sembari menoyor kepala gue dan langsung ngeloyor pergi sebelum gue sempet ngebales kelakuan itu orang.
“ Hahaa. . kalian berdua tuh yia, dari dulu nggak pernah bisa idup rukun. Udah, main yuk”. Ajak Iqbal sambil berjalan menuju lapangan volly, disusul oleh Iwan yang masih cekikikan sendiri.
“ Siapa juga yang semedi? Gue tuh lagi vacum tau? Trauma mendalam gara-gara pertandingan terakhir kita”.
“ Beuh, masih inget aja lu. Kita aja udah nggak.” Timpal Iqbal.
“ Yaiyalah kalian pada nggak, secara bukan kalian yang dikejar-kejar anak Padewa 5 sampei masuk got gitu.” Jawabku sarkastik.
“Iya, iya, tau deh kita, itu memang pertandingan paling nggak asyik yang pernah kita jalani. Tapi, alesan lu balik ke sini apa sih sebenernya? Kayaknya nggak mungkin deh, kalo Cuma sekedar pengen maen bola volly,” tembak Iwan dengan tampang curiga. “ Atau jangan-jangan lu ikut latihan lagi gara-gara Yudha?!?”
“ Yudha?? Who is Yudha??”
“ Cowok yang tadi nyuruh lu lari-lari muterin lapangan”.
oh, jadi namanya Yudha. . . batinku.
“ Emm. . gimana yia, tadinya sih emang gitu. Tapi, setelah tau dia jutek + rese’ gitu jadi males dah”.
“ Hah, kebiasaan lu. Lagi-lagi masuk volly gara-gara mau pedekate sama cowok. Dari dulu nggak berubah, “ Kata Eki, sembari menoyor kepala gue dan langsung ngeloyor pergi sebelum gue sempet ngebales kelakuan itu orang.
“ Hahaa. . kalian berdua tuh yia, dari dulu nggak pernah bisa idup rukun. Udah, main yuk”. Ajak Iqbal sambil berjalan menuju lapangan volly, disusul oleh Iwan yang masih cekikikan sendiri.
***
Rasanya badan serasa remuk redam.
Setelah tadi sore latihan volly. Gara-gara udah berbulan-bulan nggak main
volly, badan jadi nggak bersahabat gini. Di kamar, gue bagai kakek-kakek yang
boyoknya kumat. Pengen cari tukang pijit keliling. Beuh, nggak nahan. Pegel
semua.
Tiba-tiba hape gue bunyi tanda ada sms
masuk. Di layar hape tertera nomor yang tak dikenal.
kayaknya ada yang badannya pegel-pegel semua nih. . perlu jasa tukang pijit keliling nggak?? :D
Begitu bunyi sms-nya. Kening sudah membentuk kerutan
bertumpuk-tumpuk. Aneh, kayaknya nggak pernah kenal sama nomer itu. Siapa?
Temen gue kah?
Gue :
ini siapa. . .??
ini siapa. . .??
Dia :
Yudha.
Yudha.
Cling. . . cling. .. . Yudha? Yudha ‘si
Tosser’? yudha yang rambutnya ala model iklan sampho Lifeboy? Kog bisa dia sms
gue??
Gue :
dapet no. Gw darimana. . .?
dapet no. Gw darimana. . .?
Yudha :
gampang aja dapet nomor senior volly macam elo. . .
gampang aja dapet nomor senior volly macam elo. . .
Gue :
tau aj kalo gw emg terkenal. . . ada pa smz gw. . .? ad urusan apa. . ??
tau aj kalo gw emg terkenal. . . ada pa smz gw. . .? ad urusan apa. . ??
Yudha :
tadinya gue mau minta ma’af gara2 td sore udah ngerjain lu. Tp, gk jd ah. Kykny emg lu pantes bwt dpt hkuman tu.
tadinya gue mau minta ma’af gara2 td sore udah ngerjain lu. Tp, gk jd ah. Kykny emg lu pantes bwt dpt hkuman tu.
Gue :
heh, badan gw pegel2 smua gra2 elu tau. . . gk ad tnggung jwabnya ye...:@
heh, badan gw pegel2 smua gra2 elu tau. . . gk ad tnggung jwabnya ye...:@
Yudha :
badan lu pgel2 ya gra2 elu sndri yg dah lma gk latian volly. Bkn slah gw. So, gw gk prlu minta ma’af.
badan lu pgel2 ya gra2 elu sndri yg dah lma gk latian volly. Bkn slah gw. So, gw gk prlu minta ma’af.
Idih, sengak banget ini orang. Jadi
males bales sms-nya.
Gue
:
pliss deh, ada urusan ap sie, lu smz gw. . .??
pliss deh, ada urusan ap sie, lu smz gw. . .??
Yudha :
gw berharap lu bisa jadi senior yg baik. Yg bisa jd cntoh bwt junior lu. Jd senior yg ber INTEGRITAS.
gw berharap lu bisa jadi senior yg baik. Yg bisa jd cntoh bwt junior lu. Jd senior yg ber INTEGRITAS.
gue
:
gw bisa jd senior yg baik, dan gw bsa jd senior yg berintegritas. . .
gw bisa jd senior yg baik, dan gw bsa jd senior yg berintegritas. . .
yudha
:
buktiin dong!!!
buktiin dong!!!
Gue:
gw bakal buktiin. . .
gw bakal buktiin. . .
Yudha
:
okey, hari sabtu, jadwal kita buat latihan. Lu harus dateng. Dan gk boleh telat.
okey, hari sabtu, jadwal kita buat latihan. Lu harus dateng. Dan gk boleh telat.
Mampus. . hari sabtu gue udah janjian
sama Nelly buat hang out bareng. Haduuh,, hilang sudah kesempatan buat
refreshing.
Gue :
okey. . .
okey. . .
***
“Motornya gue pake’!!” Dan secepat
kilat tangan panjangnya meraih kunci
motor yang biasa diletakkan dekat meja telephon.
Gue langsung berlari mengejar Roy yang sudah keluar gerbang dengan motor satu-satunya di rumah itu. “ Wooyyy.. gue mau pake’ itu motor!! Gue mau latihan volly dan nggak boleh TELAATT..!!” teriakan gue tidak menghasilkan apapun, Roy sudah membelokkan motor itu di ujung jalan.
“ Apaan sih, Pen? Teriak-teriak kayak gitu. Nggak malu apa sama tetangga??” Ibu keluar rumah dengan muka ruwet sambil membawa centong nasi.
“ Itu, buk. Si Roy. Masa’ motornya dibawa. Aku kan mau latihan volly di sekolah.” Jawabku, dihiasi muka memelas minta belas kasihan.
“ Alah, pakai sepeda-nya Roy kan bisa. Gitu aja ribed banget,” sambil menunjuk sepeda Roy yang ada di dekat tembok, lalu masuk ke dalam rumah.
“ Tapi, Buk. Aku nggak boleh telaaattt.. . . ini masalah hidup dan mati”. Rengekku menyusul di belakang ibuk.
“ Orang kamu biasanya juga berangkat-nya telat, kog. Udah pakai sepeda aja. Kalau mau pakai motor, susulin tuh adekmu”.
“ Roy kan mau futsal, buk. Gedungnya jauh. Mana sempet”.
“ ya, udah naik sepeda aja”.
“ Tapi, buk. . “
“ apalagi sih, Pen? Kamu mau berangkat sekarang pakai sepeda atau Ibuk getok nih, pake centong nasi”.
“Okey. Okey. Aku berangkat.”
Gue langsung berlari mengejar Roy yang sudah keluar gerbang dengan motor satu-satunya di rumah itu. “ Wooyyy.. gue mau pake’ itu motor!! Gue mau latihan volly dan nggak boleh TELAATT..!!” teriakan gue tidak menghasilkan apapun, Roy sudah membelokkan motor itu di ujung jalan.
“ Apaan sih, Pen? Teriak-teriak kayak gitu. Nggak malu apa sama tetangga??” Ibu keluar rumah dengan muka ruwet sambil membawa centong nasi.
“ Itu, buk. Si Roy. Masa’ motornya dibawa. Aku kan mau latihan volly di sekolah.” Jawabku, dihiasi muka memelas minta belas kasihan.
“ Alah, pakai sepeda-nya Roy kan bisa. Gitu aja ribed banget,” sambil menunjuk sepeda Roy yang ada di dekat tembok, lalu masuk ke dalam rumah.
“ Tapi, Buk. Aku nggak boleh telaaattt.. . . ini masalah hidup dan mati”. Rengekku menyusul di belakang ibuk.
“ Orang kamu biasanya juga berangkat-nya telat, kog. Udah pakai sepeda aja. Kalau mau pakai motor, susulin tuh adekmu”.
“ Roy kan mau futsal, buk. Gedungnya jauh. Mana sempet”.
“ ya, udah naik sepeda aja”.
“ Tapi, buk. . “
“ apalagi sih, Pen? Kamu mau berangkat sekarang pakai sepeda atau Ibuk getok nih, pake centong nasi”.
“Okey. Okey. Aku berangkat.”
***
Dengan muka penuh keringat yang
bercucuran, akhirnya gue sampai di sekolah. Gue sempetin ngelihat jam tangan
dengan muka pedih. Telat 20 menit. Ouch, apa kata Yudha nih? Mudah-mudahan dia
berbaik hati untuk memaafkan keterlambatan gue. Secara gue udah nyoba buat
tepat waktu dan menuhin janji kog.
“ Telat 20 menit. Ckckck”. Komentar Yudha saat gue berdiri di depannya sambil ngos-ngosan.
“ sorry... tadi itu motor gue di pakai sama adek gue. Terus gue mesti ke sekolah pake’ sepeda dia. Dan waktu di jalan tiba-tiba ban sepadanya kempes. Jadi gue mesti berhenti dulu buat nambal ban. Sampai sini ternyata udah telat”. Jelasku panjang lebar mengharap belas kasihan.
“ Oh, gitu,” ucapnya, “ lari keliling lapangan 3 kali puteran!”
“ Tapi gue kan udah berusaha buat nggak telat. Dan karena kejadian yang nggak gue rencanakan, jadinya gue telat”.
“ Iya. Gue hargai usaha lu. Makanya, gue suruh lu lari Cuma 3 putaran,” sebuah senyum yang ‘dimanis-maniskan’ merekah di bibir Yudha, “ dan anggep aja ini sebagai pemanasan dan bukan sekedar hukuman”. Lalu, ia beranjak meninggalkan gue yang berdiri terpaku.
Hah, gue kena lagi.
“ Telat 20 menit. Ckckck”. Komentar Yudha saat gue berdiri di depannya sambil ngos-ngosan.
“ sorry... tadi itu motor gue di pakai sama adek gue. Terus gue mesti ke sekolah pake’ sepeda dia. Dan waktu di jalan tiba-tiba ban sepadanya kempes. Jadi gue mesti berhenti dulu buat nambal ban. Sampai sini ternyata udah telat”. Jelasku panjang lebar mengharap belas kasihan.
“ Oh, gitu,” ucapnya, “ lari keliling lapangan 3 kali puteran!”
“ Tapi gue kan udah berusaha buat nggak telat. Dan karena kejadian yang nggak gue rencanakan, jadinya gue telat”.
“ Iya. Gue hargai usaha lu. Makanya, gue suruh lu lari Cuma 3 putaran,” sebuah senyum yang ‘dimanis-maniskan’ merekah di bibir Yudha, “ dan anggep aja ini sebagai pemanasan dan bukan sekedar hukuman”. Lalu, ia beranjak meninggalkan gue yang berdiri terpaku.
Hah, gue kena lagi.
“ Sekolah kita bakal tanding sama
anak Padewa 5 ?!?!?” gue dengan ekspresi
muka kaget nggak karuan setelah
mendengar pengumuman dari Aldi.
“ Iya. Anak Padewa 5. Minggu depan di GOR sekolah mereka,” Aldi melanjutkan pengumumannya tanpa menghiraukan gue.
Padewa 5. Masih inget gimana pertandingan terakhir lawan tim mereka. Bukan pertandingan resmi, sih. Acaranya anak-anak sekolah gue yang menyanggupi tantangan dari sekolah itu. Volly dengan tim campuran.
Tadinya gue nggak mau ikut berpartisipasi sama acara itu. Tapi, gara-gara dipanas-panasin sama Andre, jadi nyemplung deh gue ke sana.
Apes banget. Tadinya tim gue hampir menang. Tapi, gara-gara suporter dari anak-anak Padewa 5 nggak trima. Mereka nyerbu masuk ke area volly dan mengejar anggota dari tim kami, termasuk gue. Gue di kejar sampai muter belakang gedung dan masuk ke got. Tawa nyaring pun merajalela di belakang gue. Malu banget rasanya.
“ Volly resmi, kog. Nggak kayak pertandingan kita dulu,” kata Iwan sambil menepuk punggung gue sok bijak.
“ Lu masih trauma, ya?” tanya Eki sambil cengengesan.
“ Nggak, biasa aja”. Gue jawab dengan sikap tenang.
“ Oke kalau gitu,” yudha yang tiba-tiba berdiri “ pemain inti di regu putra gue, Iqbal, Eki, Iwan, Faldo, sama Aldi. Dan di regu putri Rini, Atika, Risa, Amel, Santi, sama. . .” kata-katanya dijeda agak lama “ Fenty”. Rasanya tiba-tiba kesetrum waktu nama gue disebut.” Ada yang keberatan sama pemilihan ini? Ada yang mau protes?”
Gue mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi,” kog gue diikutin jadi tim inti?”
“ karna loe sebagai senior, pasti banyak pengalamangan tanding”.
“ tapi kan gue udah jarang latihan”.
“ justru itu, kita bakal mengintensifkan latihan”.
“ kalo emang mau mengintensifkan latihan berarti semua bakal punya kemampuan yang sama, dong. Kenapa gue mesti diikutin di tim inti? Yang laen kan juga bisa”.
“ udah deh, Pen. Trima aja napa? Lu pan jago maen polly, itu kali yang jadi bahan pertimbangannya si Yudha”. Potong Eki menengahi kami.
“ Iya. Anak Padewa 5. Minggu depan di GOR sekolah mereka,” Aldi melanjutkan pengumumannya tanpa menghiraukan gue.
Padewa 5. Masih inget gimana pertandingan terakhir lawan tim mereka. Bukan pertandingan resmi, sih. Acaranya anak-anak sekolah gue yang menyanggupi tantangan dari sekolah itu. Volly dengan tim campuran.
Tadinya gue nggak mau ikut berpartisipasi sama acara itu. Tapi, gara-gara dipanas-panasin sama Andre, jadi nyemplung deh gue ke sana.
Apes banget. Tadinya tim gue hampir menang. Tapi, gara-gara suporter dari anak-anak Padewa 5 nggak trima. Mereka nyerbu masuk ke area volly dan mengejar anggota dari tim kami, termasuk gue. Gue di kejar sampai muter belakang gedung dan masuk ke got. Tawa nyaring pun merajalela di belakang gue. Malu banget rasanya.
“ Volly resmi, kog. Nggak kayak pertandingan kita dulu,” kata Iwan sambil menepuk punggung gue sok bijak.
“ Lu masih trauma, ya?” tanya Eki sambil cengengesan.
“ Nggak, biasa aja”. Gue jawab dengan sikap tenang.
“ Oke kalau gitu,” yudha yang tiba-tiba berdiri “ pemain inti di regu putra gue, Iqbal, Eki, Iwan, Faldo, sama Aldi. Dan di regu putri Rini, Atika, Risa, Amel, Santi, sama. . .” kata-katanya dijeda agak lama “ Fenty”. Rasanya tiba-tiba kesetrum waktu nama gue disebut.” Ada yang keberatan sama pemilihan ini? Ada yang mau protes?”
Gue mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi,” kog gue diikutin jadi tim inti?”
“ karna loe sebagai senior, pasti banyak pengalamangan tanding”.
“ tapi kan gue udah jarang latihan”.
“ justru itu, kita bakal mengintensifkan latihan”.
“ kalo emang mau mengintensifkan latihan berarti semua bakal punya kemampuan yang sama, dong. Kenapa gue mesti diikutin di tim inti? Yang laen kan juga bisa”.
“ udah deh, Pen. Trima aja napa? Lu pan jago maen polly, itu kali yang jadi bahan pertimbangannya si Yudha”. Potong Eki menengahi kami.
Gue ngelihat ke arah Yudha yang
ternyata juga ngelihat gue. Langsung gue menundukkan kepala, mengalihkan
pandangan. Sebuah rasa yang aneh tiba-tiba muncul lagi. Ada yang berdesir di
dalam hati saat memandang dirinya.
***
Seperti yang sudah diumumkan, karna
1 minggu lagi tanding sama anak Padewa 5, latihan intensif mulai digalakkan.
Terutama buat tim inti. Sepulang sekolah langsung kumpul di GOR buat latihan
volly. Begitulah aktivitas tambahan gue sekarang, yang banyak menyita tenaga.
Semoga semua perjuangan ini tidak sia-sia.
***
Sudah hampir sepekan kami latihan.
Dan lusa sudah haruss bertanding. Sebuah kelegaan terasa. Paling tidak kita
tidak akan harus berlatih sangat keras seperti hampir seminggu ini.
Selesai latihan, GOR sudah sepi .
semua sudah pulang. Tinggal gue yang
masih tertinggal karna mesti beresin segala macam peralatan volly.
“ Dasar anak-anak pada kagak tau
diri. Nggak tau gue itu senior apa? Maen di suruh buat ngrapiin net segala.
Dasar pada seenaknya sendiri. . .” rutukku sambil membawa gulungan net menuju
ke gudang.
“ Sekali-sekali kalau ngelakuin
sesuatu nggak usah pakai ngeluh kenapa sih? Kebiasaan banget”. Yudha yang
ternyata masih ada di dalam gedung.
“ Loh. Yudh. Ngapain di sini? Masih belum pulang?”
“ lagi nggak pengen cepet-cepet pulang,” Jawabnya datar.
“ Kalau gitu ikut bantuin, kek. Daripada bengong di situ Cuma nglihatin gue”.
“ Ogah. Lu aja sendiri”.
“ Hiwh, rese banget lu. Terus ngapain di sini? Pulang sana!” lalu berbalik, segera menaruh net di dalam gudang dan menguncinya.
“ Loh. Yudh. Ngapain di sini? Masih belum pulang?”
“ lagi nggak pengen cepet-cepet pulang,” Jawabnya datar.
“ Kalau gitu ikut bantuin, kek. Daripada bengong di situ Cuma nglihatin gue”.
“ Ogah. Lu aja sendiri”.
“ Hiwh, rese banget lu. Terus ngapain di sini? Pulang sana!” lalu berbalik, segera menaruh net di dalam gudang dan menguncinya.
“ Gue mau minta maaf Fen sama loe,”
kata Yudha tiba-tiba.
“ Mm. . Minta maaf soal apa?”
“ Semuanya. Karna gue suka rese sama lu. Ngerjain lu. Bikin jengkel lu. Pokoknya apapun lah yang kayaknya bikin hati loe kesel sama gue”.
“ Aneh loe. Kenapa tiba-tiba mau minta maaf sama gue,” gue sambil garuk-garuk kepala, “ ih, jadi merinding. Biasanya orang yang tiba-tiba ngomong kayak gini, tuh. Ujung-ujungnya mau. . . mati. Lu nggak ada rencana buat mati, kan?”
“ Haha. . ya nggak lah. Dasar sinting lu. Gue minta maaf sama lu, soalnya sering bikin lu kesel sama gue. Udah gitu doang”.
“ Bener ya. Awas aja kalau besok tiba-tiba ada kabar kalau lu mati”.
“ Enak aja lu ngmong”.
“ ya kan gue Cuma khawatir”.
“ Khawatir? Oh, jadi lu nggak pengen kehilangan gue nih. Ciee. . .”
“ hiwh apaan. . kagak. . .” jawabku, sambil agak menjauh dari Yudha menyembunyikan suara detak jantung gue yang tiba2 jadi nggak karuan. “Eh, udah hampir gelap, nih. Pulang yuk. Entar kemaleman lagi di sini”.
“ Mm. . Minta maaf soal apa?”
“ Semuanya. Karna gue suka rese sama lu. Ngerjain lu. Bikin jengkel lu. Pokoknya apapun lah yang kayaknya bikin hati loe kesel sama gue”.
“ Aneh loe. Kenapa tiba-tiba mau minta maaf sama gue,” gue sambil garuk-garuk kepala, “ ih, jadi merinding. Biasanya orang yang tiba-tiba ngomong kayak gini, tuh. Ujung-ujungnya mau. . . mati. Lu nggak ada rencana buat mati, kan?”
“ Haha. . ya nggak lah. Dasar sinting lu. Gue minta maaf sama lu, soalnya sering bikin lu kesel sama gue. Udah gitu doang”.
“ Bener ya. Awas aja kalau besok tiba-tiba ada kabar kalau lu mati”.
“ Enak aja lu ngmong”.
“ ya kan gue Cuma khawatir”.
“ Khawatir? Oh, jadi lu nggak pengen kehilangan gue nih. Ciee. . .”
“ hiwh apaan. . kagak. . .” jawabku, sambil agak menjauh dari Yudha menyembunyikan suara detak jantung gue yang tiba2 jadi nggak karuan. “Eh, udah hampir gelap, nih. Pulang yuk. Entar kemaleman lagi di sini”.
“ Ayok. Gue enterin ya?”
Gue melongo, “ tapi gue naik
sepedanya si Roy”.
“ Gue juga naek sepeda”.
“ terus kenapa mau ngajak nganterin gue? Harusnya tuh, ngajak pulang bareng”.
“ o, salah ya. Emang gitu sih, yang gue maksud. Hee. .”
“ emang dasar aneh loe. Biasanya rese, tiba2 minta maaf, terus sekarang jadi bego sendiri. Ckckck. Makin nggak ngerti gue sama loe”.
“ banyak kok yang nggak bisa ngerti gue,” lalu berjalan mendahului gue menuju pintu keluar gedung olahraga .
“ Gue juga naek sepeda”.
“ terus kenapa mau ngajak nganterin gue? Harusnya tuh, ngajak pulang bareng”.
“ o, salah ya. Emang gitu sih, yang gue maksud. Hee. .”
“ emang dasar aneh loe. Biasanya rese, tiba2 minta maaf, terus sekarang jadi bego sendiri. Ckckck. Makin nggak ngerti gue sama loe”.
“ banyak kok yang nggak bisa ngerti gue,” lalu berjalan mendahului gue menuju pintu keluar gedung olahraga .
***
Hari pertandingan pun tiba. Memasuki
GOR SMA Padewa 5 yang kedua kalinya. Beberapa anak yang menjadi penonton
sepertinya ngenalin muka gue. Lalu terdengar suara Huu panjang dari tribun
penonton. Komentator pertandingan mencoba menenangkan dan mengingatkan para
penonton untuk sportif karena ini adalah pertandingan persahabatan di antara 2
sekolah. Stuju aja lah sama mas-mas komentator itu. Gue ke sini mau main bukan
ngajak tawuran, bukan ngajak perang. So, stay calm aja kali...
“apa? Yudha nggak ikut??” tanya gue
dengan mata melotot hampir keluar karna saking kagetnya.
“ iya, dia minta maaf banget karna nggak bisa ikut tanding hari ini. Terus dia minta Andi buat gantiin dia.” Jelas Aldi.
“ kog dia gitu sih? Main nggak ikut seenaknya aja. Ini kan pertandingan yang penting buat kita. Terus emang alesannya dia apa sampai nggak bisa ikut tanding?” cerocos gue menggebu-gebu.
“nggak tau, Fen. Tadi gue lupa nanya.”
“ah elu. Kenapa nggak nanya?”
“udah deh, Pen. Mending kita konsen aja ke pertandingan, bentar lagi mau mulai tuh. Tanpa Yudha kita juga pasti bisa kog,” Kata Iwan, mencoba menenangkan.
“ iya, dia minta maaf banget karna nggak bisa ikut tanding hari ini. Terus dia minta Andi buat gantiin dia.” Jelas Aldi.
“ kog dia gitu sih? Main nggak ikut seenaknya aja. Ini kan pertandingan yang penting buat kita. Terus emang alesannya dia apa sampai nggak bisa ikut tanding?” cerocos gue menggebu-gebu.
“nggak tau, Fen. Tadi gue lupa nanya.”
“ah elu. Kenapa nggak nanya?”
“udah deh, Pen. Mending kita konsen aja ke pertandingan, bentar lagi mau mulai tuh. Tanpa Yudha kita juga pasti bisa kog,” Kata Iwan, mencoba menenangkan.
Pertandingan di mulai. Di babak
pertama tim kami kalah. Tertinggal 5 angka dari tim lawan. Sadar bahwa kami
kurang konsentrasi di pertandingan, di babak kedua kami mencoba memperbaikinya.
Dan akhirnya kami menang di babak kedua.
Di babak ketiga nilai kedua tim saling berkejaran. Hingga akhirnya terpaut jarak 2 angka. Dan tim kami memenangkan pertandingan.
Di babak ketiga nilai kedua tim saling berkejaran. Hingga akhirnya terpaut jarak 2 angka. Dan tim kami memenangkan pertandingan.
Semua anggota tim volly putri saling
berpelukan satu sama lain. Dan ditambah pelukan dari tim cowok. Sebuah euforia
yang seharusnya gue dapetin 6 bulan lalu. But, it doesn’t matter. Karena pada
akhirnya gue bisa merengkuh kemenangan itu.
***
2 hari berlalu sejak kemenangan tim
volly putri sekolah kami. Tapi, gue masih belum ketemu sama makhluk yang
bernama Yudha. Di sekolah gue nggak
pernah lihat sosoknya, walaupun Cuma sekilas. Di perayaan kemenangan kami pun
Yudha nggak ikut. Entah kemana orang itu.
Saat di sekolah akhirnya gue
memutuskan buat nyari dia ke kelasnya. Kali aja dia jadi ‘penunggu’ kelas.
Gue berjalan menyusuri koridor kelas
10. Dan sampailah di depan pintu kelas dengan papan bertuliskan ‘X6’ bertengger
di atasnya.
“ loh kak Fenty? Cari siapa?” tanya
seorang adik kelas yang berdiri di dekat pintu.
“ eh Dewi. Kamu di kelas ini juga?”
“ iya,kak. Cari siapa sih kak? Clingak clinguk gitu?”
“ emm.. Yudha ada nggak, Wi?”
“ oh, Yudha. Udah 2 hari ini dia absen.”
“ alesannya apa?”
“ nggak tahu pastinya sih. Tapi, ada yang bilang dia nungguin adeknya yang sakit.”
“ nungguin adeknya yang sakit?!? Adeknya yang sakit kok malah dia yang repot sih? Emang ortu-nya dia kemana?”
“ eh Dewi. Kamu di kelas ini juga?”
“ iya,kak. Cari siapa sih kak? Clingak clinguk gitu?”
“ emm.. Yudha ada nggak, Wi?”
“ oh, Yudha. Udah 2 hari ini dia absen.”
“ alesannya apa?”
“ nggak tahu pastinya sih. Tapi, ada yang bilang dia nungguin adeknya yang sakit.”
“ nungguin adeknya yang sakit?!? Adeknya yang sakit kok malah dia yang repot sih? Emang ortu-nya dia kemana?”
“saya mana tahu, kak. Itu juga
‘katanya’. Emang kenapa sih nyariin Yudha? Ada yang penting ya, kak?”
idih, ini anak kepo banget
idih, ini anak kepo banget
“nggak, kog. Nggak ada apa-apa. Ya
udah Wi, thanks ya. Mau balik ke kelas dulu.”
“ sama-sama, kak. Entar kalau Yudha udah masuk saya bilangin dia kalu dicari sama kak Fenty.”
“ ih, nggak usah nggak usah. Nggak usah ngomong ke dia kalau gua nyari dia. Pokoknya nggak usah ngomong apa-apa sama dia.”
“ sama-sama, kak. Entar kalau Yudha udah masuk saya bilangin dia kalu dicari sama kak Fenty.”
“ ih, nggak usah nggak usah. Nggak usah ngomong ke dia kalau gua nyari dia. Pokoknya nggak usah ngomong apa-apa sama dia.”
“ hem? Gitu ya. Ya udah saya tidak
akan berkata sepatah kata pun. Janji.”
“ Oke. Good.” Lalu gue berjalan meninggalkan kelas itu.
“ Oke. Good.” Lalu gue berjalan meninggalkan kelas itu.
***
Hari sabtu sore gue ke sekolah buat
latihan volly. Tapi waktu gue masuk GOR ternyata sepi. Biasalah kalau udah
kelar tanding pasti pada ogah-ogahan. Ntar kalau ada pertandingan lagi, baru
deh latihan mati-matian. Lagu lama.
Gue lihat sekeliling. Rasanya sepi.
Anak-anak basket yang biasanya setiap hari main juga nggak ada atau belum
dateng, anak cheers juga belum pada ngumpul. Bingung ngapain juga di sini. Mau
volly nggak ada temennya. Volly apaan coba kalau Cuma seorang doang.
Dan gue memutuskan buat lari-lari
muterin lapangan. Terlihat kurang kerjaan walupun emang lagi kurang kerjaan.
Tiba-tiba teringat dengan Yudha. Manusia
yang identik dengan ngajakin lari setiap latihan. Jujur, gue kangen sama dia. Udah
1 minggu nggak muncul-muncul. Tanpa kabar pula.
Ingatan gue kembali ke hari sebelum
pertandingan. Dimana Yudha tiba-tiba minta maaf sama gue. Dan gue malah
ngehubungin sama kematian. Bego banget sih gue. Orang bilang kan ‘ucapan adalah
doa’. Kalau bener ada apa-apa sama dia gimana coba? Gue nggak mau ada apa-apa
sama dia.
Yudha,
kamu dimana?
“ Lari-lari kog pake nangis? Emang
segitu menyedihkannya ya? Padahal itu kan olahraga yang simple.”
Sebuah suara yang familiar. Gue berbalik
melihat ke arah darimana suara itu berasal.
“ Yudha?“
“ Iya, ini gue. Ngelihatnya nggak usah berlebihan gitu deh,” ucapnya, sambil berjalan ke arah gue. “ ngapain sih pakai nangis segala? Hapus gih.”
“ lu kemana aja? Tiba-tiba ngilang gitu aja. Nggak ikut tanding pula. Waktu kita ngerayaain kemenangan juga lu nggak dateng.”
“ gue nggak ngilang, kog. Cuma lagi ada urusan aja yang lebih penting.”
“ urusan apa? Cerita dong. Gue pengen tau lu kemana aja selama ini.”
“ lah, lu kog kepo banget gitu sih?”
“biarin lah. Udah, cepetan cerita.”
“ gue di rumah, jagain adek gue. . .”
“ iya, gue udah tahu kalau itu. Orang-orang pada bilangnya gitu. Emang adek lu sakit apa? Lagian ortu lu kemana? Adek lu yang sakit kog malah lu yang repot sih?”
“ gue lanjutin nggak nih ceritanya?”
“ lanjutin lah,”
“ kalau gitu jangan dipotong dulu dong cerita gue,”
“oops, sorry. Silahkan dilanjutkan. .”
“ Iya, ini gue. Ngelihatnya nggak usah berlebihan gitu deh,” ucapnya, sambil berjalan ke arah gue. “ ngapain sih pakai nangis segala? Hapus gih.”
“ lu kemana aja? Tiba-tiba ngilang gitu aja. Nggak ikut tanding pula. Waktu kita ngerayaain kemenangan juga lu nggak dateng.”
“ gue nggak ngilang, kog. Cuma lagi ada urusan aja yang lebih penting.”
“ urusan apa? Cerita dong. Gue pengen tau lu kemana aja selama ini.”
“ lah, lu kog kepo banget gitu sih?”
“biarin lah. Udah, cepetan cerita.”
“ gue di rumah, jagain adek gue. . .”
“ iya, gue udah tahu kalau itu. Orang-orang pada bilangnya gitu. Emang adek lu sakit apa? Lagian ortu lu kemana? Adek lu yang sakit kog malah lu yang repot sih?”
“ gue lanjutin nggak nih ceritanya?”
“ lanjutin lah,”
“ kalau gitu jangan dipotong dulu dong cerita gue,”
“oops, sorry. Silahkan dilanjutkan. .”
“ Adek gue sakit. Dia dari lahir udah
mengidap kelainan. Syndrom down,”terangnya,
” Sejak bapak sama ibuk meninggal, gue sama adek tinggal sama nenek gue.
Emang sih, nenek gue yang ngurusin adek gue kalau gue lagi sekolah. Tapi, kalau
adek gue lagi kumat dia pasti kuwalahan
nenangin adek gue sendiri. Jadi, gue musti absen beberapa hari buat
ngurusin dia.”
“ heh, lu kog diem aja? Terharu ya sama cerita gue?” tanyanya selanjutnya karna beberapa menit gue Cuma diem aja.
“ gue bingung aja. Ternyata lu punya beban hidup yang berat banget. Tapi, kog lu ceritanya tanpa ekspresi gitu sih? Sedih kek. Nangis kek. Gimana gitu. Datar banget ngomongnya.”
“ haha.. emang lu suruh gue pasang tampang gimana? Mau pasang tampang kayak gimanapun kalau emang keadaannya udah begini nggak ngaruh kali, Fen. Yang ada entar malah nambahin beban aja. Di bawa santai aja lah. Jalani apa adanya. Gimana pun keadaannya,” terangnya yang sebenarnya lebih pada dirinya sendiri.
“ gue malah jadi merasa bersalah sama loe. Sempet ngatain lu cemen karna nggak dateng waktu pertandingan lawan Padewa 5. Lu juga sih, tiba-tiba nggak dateng di pertandingan. Minimal cerita kek kalau punya masalah kayak gini.”
“buat apa? Nggak ngaruh lagi. Yang ada entar malah jadi ganggu konsentrasi kalian. Eh, iya selamet ya buat kemenangan kalian. Akhirnya lu bisa ngrebut kemenangan yang seharusnya lu dapetin 6 bulan lalu.”
“hem? Lu tau soal pertandingan gue 6 bulan lalu? Pasti di kasih tau sama Iwan, atau Iqba, atau jangan-jangan si rese Eki ?!?”
“bukan kog, bukan mereka. Gue emang tau sendiri.”
“hem? Kog bisa?”
“ waktu kalian tanding gue ikut nonton. Soalnya temen gue sekolah di sana. Gue diajak dia nonton pertandingan volly itu. Ternyata malah rusuh. Jadi gue keluar dari GOR Padewa dan jalan ke belakang gedung. Terus, ada anak cewek yang lagi lari dikejar sama suporter Padewa 5 tiba-tiba nabrak gue dari belakang trus kepleset masuk ke got, “ dia mengakhiri ceritanya dengan tertawa yang tertahan.
“ heh, lu kog diem aja? Terharu ya sama cerita gue?” tanyanya selanjutnya karna beberapa menit gue Cuma diem aja.
“ gue bingung aja. Ternyata lu punya beban hidup yang berat banget. Tapi, kog lu ceritanya tanpa ekspresi gitu sih? Sedih kek. Nangis kek. Gimana gitu. Datar banget ngomongnya.”
“ haha.. emang lu suruh gue pasang tampang gimana? Mau pasang tampang kayak gimanapun kalau emang keadaannya udah begini nggak ngaruh kali, Fen. Yang ada entar malah nambahin beban aja. Di bawa santai aja lah. Jalani apa adanya. Gimana pun keadaannya,” terangnya yang sebenarnya lebih pada dirinya sendiri.
“ gue malah jadi merasa bersalah sama loe. Sempet ngatain lu cemen karna nggak dateng waktu pertandingan lawan Padewa 5. Lu juga sih, tiba-tiba nggak dateng di pertandingan. Minimal cerita kek kalau punya masalah kayak gini.”
“buat apa? Nggak ngaruh lagi. Yang ada entar malah jadi ganggu konsentrasi kalian. Eh, iya selamet ya buat kemenangan kalian. Akhirnya lu bisa ngrebut kemenangan yang seharusnya lu dapetin 6 bulan lalu.”
“hem? Lu tau soal pertandingan gue 6 bulan lalu? Pasti di kasih tau sama Iwan, atau Iqba, atau jangan-jangan si rese Eki ?!?”
“bukan kog, bukan mereka. Gue emang tau sendiri.”
“hem? Kog bisa?”
“ waktu kalian tanding gue ikut nonton. Soalnya temen gue sekolah di sana. Gue diajak dia nonton pertandingan volly itu. Ternyata malah rusuh. Jadi gue keluar dari GOR Padewa dan jalan ke belakang gedung. Terus, ada anak cewek yang lagi lari dikejar sama suporter Padewa 5 tiba-tiba nabrak gue dari belakang trus kepleset masuk ke got, “ dia mengakhiri ceritanya dengan tertawa yang tertahan.
Gue coba inget-inget kejadian waktu itu.
Lalu munculah urutan-urutan dari kejadian memalukan tersebut. Dan munculah
gambaran cowok tinggi, putih, yang ngalangin jalan gue waktu itu. Hingga
akhirnya gue nyebur ke got.
“ hah? Jadi elo yang ngalangin jalan gue
buat kabur dan bikin gue nyebur ke got. Dasaarr..” sambil mencoba menggetok
kepalanya dia, sayang nggak nyampe.
“ eh, tapi gue juga yang nolong loe buat keluar dari itu got. Nggak inget lu? Huu..” sambil menoyor kepala gue yang dengan mudah ia lakukan karna gue jelas-jelas lebih pendek dari dia.
“ yang gue inget dengan jelas itu, loe yang udah bikin gue nyebur. Minta maaf. Sekarang.” Gue yang dengan muka sok tegas sambil menahan malu.
“ hahaa.. iya iya gue minta maaf. Sorry udah bikin loe renang di got. Tapi, kayaknya loe betah-betah aja tuh di dalam got. Buktinya lu nggak keluar-keluar.”
“rese loe. Yaiyalah gue nggak keluar. Soalnya __” kata-kata gue terputus sejenak karena kalimat yang bakal keluar pasti sangat memalukan, “ ____pantat gue kan nyangkut”. Lanjutku dengan suara pelan.
“ eh, tapi gue juga yang nolong loe buat keluar dari itu got. Nggak inget lu? Huu..” sambil menoyor kepala gue yang dengan mudah ia lakukan karna gue jelas-jelas lebih pendek dari dia.
“ yang gue inget dengan jelas itu, loe yang udah bikin gue nyebur. Minta maaf. Sekarang.” Gue yang dengan muka sok tegas sambil menahan malu.
“ hahaa.. iya iya gue minta maaf. Sorry udah bikin loe renang di got. Tapi, kayaknya loe betah-betah aja tuh di dalam got. Buktinya lu nggak keluar-keluar.”
“rese loe. Yaiyalah gue nggak keluar. Soalnya __” kata-kata gue terputus sejenak karena kalimat yang bakal keluar pasti sangat memalukan, “ ____pantat gue kan nyangkut”. Lanjutku dengan suara pelan.
Dan ledakan tawa pun membahana. Yudha
ketawa sampai kepingkal-pingkal. Rese ini anak, ketawanya ngejek.
“ ah, rese lu. Biasa aja kalau ketawa.”
“ soalnya lu lucu banget.. hahaahaha...” jawabnya dengan muka merah gara-gara kebanyakan ketawa.
“ soalnya lu lucu banget.. hahaahaha...” jawabnya dengan muka merah gara-gara kebanyakan ketawa.
“ ah, males gue. Ya udah gue cabut.”
“entar dulu dong. Jangan pergi dulu,” Yudha sambil masih menahan tawanya, dia nahan tangan kanan gue,” masih ada yang mau gue omongin.”
“ apalagi ?” tanya gue ketus.
“entar dulu dong. Jangan pergi dulu,” Yudha sambil masih menahan tawanya, dia nahan tangan kanan gue,” masih ada yang mau gue omongin.”
“ apalagi ?” tanya gue ketus.
“ gini. Tadinya gue mau daftar sekolah
di Padewa 5.”
“ terus, hubungannya sama gue?”
“ terus, hubungannya sama gue?”
“ setelah kejadian waktu itu, gue jadi berpikir buat
sekolah di sini. Mau minta maaf sama loe. Makanya gue ikut daftar ekskul volly.
Nggak taunya lu nggak pernah ikut ekskul. Dan di semester 2 akhirnya lu masuk
lagi ke ekskul volly.” Terangnya dengan menunjukkan raut muka yang ramah tapi
serius.
“ kog, kayaknya berlebihan banget. Lu
mau minta maaf ke gue sampai segitunya.”
“ gue sendiri juga nggak tau. Sejak
pertama lihat lu tanding dulu. Gue udah kagum sama loe. Karena lu punya
semangat, semangat yang bisa lu tularkan ke anggota tim loe. Gue masih inget,
tadinya tim loe udah ketinggalan skor, tapi loe coba semangatin mereka sampai
akhirnya kalian bisa mengejar ketinggalan. Makanya, gue pilih loe buat jadi tim
inti di pertandiangan kemaren. Karena gue yakin lu pasti bisa bawa tim kita
menang. Dan ternyata prediksi gue bener, kan?”
Gue manggut-manggut denger penjelasan
dari Yuudha yang panjang lebar. Tapi, gue ngerasa omongan dia masih belum pada
intinya.
“ Dan dari rasa kagum dan keinginan
buat minta maaf, malah timbul keinginan
buat pengen deket sama loe, selalu ada
buat loe, ngejagain loe. .” dia menjeda kata-katanya, “emm, lu ngerti kan maksud gue?” pertanyaan
yang dia lemparkan karena ngelihat gue cuma manggut-manggut dari tadi.
“ iyaa, gue ngerti kog.”
Gue
ngerti semuanya...
“ jadi?”
“ jadi apa? Elu jadi Popcorn gue yah..”
“Popcorn?” tanyanya dengan kening
berkerut.
“ karena kamu lebih dari sekedar
‘Berondong’. Hahaa.....”